Suku Balik adalah suku asli di wilayah Sepaku, Penajam Paser Utara yang kini menjadi tempat pembangunan ibu kota nusantara (IKN) baru. Upaya mempertahankan eksistensi pun diupayakan para pemuda yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Adat Suku Balik.
Bersama kawan-kawannya, Arman Jais mulai mendokumentasikan situs sejarah Suku Balik. Hingga, mengetuk satu per satu rumah orang tua Suku Balik. Untuk mendokumentasikan bahasa Suku Balik yang dilakukan sejak 2022 dan akhirnya kelar pada 2023. Lalu dibukukan pada 2024 ini.
Kamus bahasa ini dibuat pasalnya, tradisi lisan membuat tak banyak generasi muda yang mengerti soal suku dimana mereka berasal. Bahasa suku Balik, tak banyak juga dipakai sehari-hari. Hanya sekadar sahutan atau candaan yang sepotong-sepotong.
“Untuk membuat kamus itu, kami datangi orangtua. Misal satu bilang bahasa baliknya ini A, lalu kita kroscek ke orangtua lain. Dan kalau memang A juga, baru kami masukkan. Jadi kami keliling-keliling. Sebab, penuturnya sudah tidak banyak lagi. Tinggal 50 orangtua yang bisa Bahasa Balik,” kata Arman.
Mereka pun menyadari, eksistensi Suku Balik harus disampaikan ke dunia luar. Begitupun kekayaan alam yang jadi sumber hidup mereka selama ini agar khalayak tahu begitu pentingnya kelestarian itu untuk Suku Balik. Untuk menunjukkan sekali lagi, bahwa IKN bukanlah ruang kosong sekadar hamparan hutan tanpa kehidupan berarti di dalamnya.
“Sepaku itu dari bahasa kami yang intinya cari pakis atau sayur paku-pakuan itu. Dahulu itu makanan (pakis), kami cari saja. Sekarang beli di pasar,” sambung Arman.
Dalam setahun, mereka bisa empat kali naik Gunung Parung. Tidak mudah. Sekali naik mereka akan menginap seminggu. Untuk naik ke perkemahan, mereka perlu waktu seharian, sebab medan yang terjal. Lalu, hari kedua hingga jelang turun gunung, mereka akan isi dengan kegiatan misal menyebarkan bibit, menanam pohon lokal, dan juga patroli.
“Kita memeriksa tutupan hutan di Gunung Parung. Jangan sampai tiba-tiba ada pembabatan. Kami juga menyebarkan benih pohon di sana. Bukan membawa benih baru dari luar,” kata Arman.
Mereka juga menggerakkan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) untuk pengembangan wisata alam di kampung mereka. Selain itu, pemuda pun membuat akun Instagram dan youtube Explore Pemuda Balik. Akun ini memuat keseruan dan keindahan alam di sekitar mereka. Juga kegundahan atas eksploitasi tak henti. Mirwan, yang mengelola media sosial itu.
“Kalau kita naik gunung terus kita posting, banyak yang penasaran. Oh, ternyata ada gunung yang pemandangannya bagus di IKN. Kita juga berupaya, ini loh gunung bagus jangan sampai dirusak,” sambungnya.
Mereka memamerkan Goa Parung, juga agenda panen kopi khas Sepaku, yang menurut mereka berbeda dengan yang lain. Sebab, kopi sepaku hanya tumbuh di dekat sungai. Bermodal ponsel pintar dan skill edit video gaya kekinian, mereka pun mulai mengunggah video kekayaan alam juga kekayaan budaya.
Namun, tidak hanya sekadar sosial media. Mereka juga belajar menulis. Beberapa Pemuda Adat Suku Balik, juga turut jadi bagian jurnalis rakyat. Mereka kerap mengunggah kondisi terkini di IKN. Banjir hingga kemacetan yang ada di IKN. Di sela kesibukan mereka bekerja, berkebun, menjaga gunung Parung, mereka tetap terus berusaha mengembangkan sosial media. Walaupun, beberapa kali Mirwan terkena serangan peretasan akun instagram pribadinya.
“Sempat beberapa kali ganti akunku. Habis posting-posting soal protes,” sambungnya.
Walau didera peretasan, Mirwan tak gentar. Bersama Arman dan kawan lainnya, mereka tetap mengupayakan keberlanjutan ilmu dan budaya Suku Balik. Para pemuda pun menginisiasi Sekolah Adat untuk anak-anak Suku Balik. Mereka belajar tidak hanya bahasa, kesenian, tetapi juga bagaimana relasi suku balik dengan alamnya.
“Ilmu dari orangtua kita, harus diturunkan ke anak-anak. Kalau di hutan itu harus seperti apa, jika ingin mengambil madu juga seperti apa, dan sebagainya,” papar Arman Jais. (sirana.id)















