SAMARINDA – Kekayaan sumber daya alam, buat Kalimantan Timur jadi bulan-bulanan industri ekstraktif. Batu bara melimpah ruah di Kalimantan Timur telah memperkaya sejumlah orang di negeri ini. Tetapi, tak juga mampu bikin ratusan ribu orang di Kaltim bisa mereguk tuah cuan batu bara. 221 ribu rakyat Kaltim masih miskin. Beragam konflik agraria terjadi hingga bencana lingkungan tak bisa dihindari.
Namun, eksplorasi batu bara masih dirasa menggiurkan. Sebab, data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) menunjukkan produksi batu bara terus digenjot. Pada 2021, produksi batu bara di Indonesia mencapai 606,28 juta ton. Kemudian, 2022 naik jadi 685,80 juta ton. Lalu 2023 tembus 770,90 juta ton. Terbaru pada 2024, produksi batu bara 830,48 juta ton.
Dari berbagai wilayah penghasil batu bara di Indonesia, Kalimantan Timur paling wahid. Berbagai perusahaan mengeruk isu bumi Kaltim. Terbaru, ormas keagamaan juga bakal turut serta. Pemberian IUP batu bara kepada ormas keagamaan ada dalam pasal 83A, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lahan bekas tambang yang disiapkan untuk dikelola berbagai ormas keagamaan adalah lahan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dari enam perusahaan besar, yaitu PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengatakan pihaknya sudah membentuk PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara atau PT BUMN, yang akan menggarap 25 ribu – 26 ribu hektare. Yahya menyebut badan usaha ini dimiliki oleh koperasi.
“Koperasi itu milik PBNU bersama dengan pengurus dan warga,” kata dia dalam konferensi pers.
Yahya menyebut, saat ini masih ada sejumlah dokumen yang sedang diurus. Seperti dokumen studi lingkungan, juga menunggu berapa jumlah potensi batu bara dari hasil eksplorasi. Rencananya, PT BUMN milik PBNU ini akan mengeruk batu bara di eks lahan PT KPC di Kalimantan Timur.
Tidak hanya PBNU. PP Muhammadiyah juga menerima tawaran ini. Muhammadiyah juga sudah menyiapkan PT Mentari Swadaya Ecomining untuk turut menambang batu bara.
Protes Dari Benua Etam
Tak semua setuju dengan ormas turut menambang batu bara. Protes sudah bolak balik dilakukan. Misal pada (15/12/2024), Festival Ibu Bumi Menggugat digelar di Samarinda, dengan tema “Ta’awun untuk Keadilan Ekologi”.

Festival Ibu Bumi Menggugat hadir sebagai respons terhadap kondisi ini, sekaligus sebagai upaya untuk mengkritisi dan mengajak masyarakat berdiskusi tentang dampak kebijakan pemerintah, khususnya yang tercermin dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 83A, yang memungkinkan ormas keagamaan menjadi prioritas dalam memperoleh izin usaha pertambangan, termasuk untuk wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini dikhawatirkan akan membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan dan memperburuk kerusakan ekosistem, mengingat ormas keagamaan yang diberikan izin mungkin tidak memiliki pengalaman atau keahlian dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dalam diskusi utama festival itu, Fahmi Ahmad Fauzan, perwakilan dari Kader Hijau Muhammadiyah, menyampaikan pandangannya tentang pentingnya gotong royong dalam menghadapi krisis ekologi yang semakin mendalam.
“Sebagai bagian dari gerakan kader hijau, kami percaya bahwa gotong royong atau ta’awun adalah jalan untuk memperjuangkan keadilan ekologi. Bumi ini adalah ibu kita, yang harus dijaga dan dirawat bersama. Sayangnya, proyek-proyek besar seperti geothermal, tambang marmer, dan tambang batubara justru merusak ibu bumi dan menghancurkan ruang hidup kita,” tegas Fahmi, yang juga aktif dalam mengkampanyekan pelestarian lingkungan melalui Muhammadiyah.
Saat itu, Aidil, Ketua Panitia Festival Ibu Bumi Menggugat, juga menjelaskan kegiatan ini memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk mendiskusikan dan menilai kembali keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah terkait pengelolaan tambang dan sumber daya alam lainnya.
“Kami berharap, melalui kegiatan ini, anggota Muhammadiyah dapat membuka perspektif baru untuk mengevaluasi kebijakan yang ada, sehingga dapat mendorong keputusan yang lebih berpihak pada keberlanjutan lingkungan,” ujarnya pada Desember lalu. (sirana.id)















