Samarinda – Sudah 14 hari setelah peristiwa dugaan semburan gas pertamina di Sangasanga. Semburan yang mengandung api itu diduga dari sumur Pertamina di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara. Dalam rilisnya, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur Menemukan PT Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) Bersama Kontraktornya PT. Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) belum melakukan transparansi dan keterbukaan informasi secara resmi tentang kejadian dan penyebab peristiwa mengerikan ini kepada publik terutama kepada warga terdampak.
JATAM Kaltim pun mendesak PT. Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) dan kontraktornya PT PDSI membuka kepada publik, buku rekaman log kegiatan harian beserta rekaman CCTV dari pengeboran di Pertamina sampai dengan saat terjadinya blow out. JATAM Kaltim juga mendesak Dirjen Migas, Kementerian ESDM, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Inspektur Tambang Minyak dan Gas Bumi untuk membentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil melakukan penyelidikan dan investigasi menyeluruh penyebab kejadian dan memeriksa tanggung jawab hukum setiap dugaan kelalaian dan kesalahan para pihak terkait.
“Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik terutama warga terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan yang lebih ketat terhadap operasional pertambangan dan perminyakan untuk mencegah insiden serupa,” tegas Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari dalam keterangan tertulisnya.
Sebelumnya, Pada Kamis, 19 Juni, 2025 Pukul 05.00:00 Wita, masyarakat Kelurahan Jawa yang berada di sekitar sumur minyak Pertamina dikejutkan adanya peristiwa semburan gas dan api yang menurut tuturan warga setinggi 12 meter. Semburan gas pertamina di Sangasanga itu juga diduga mengandung zat beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S) dan Polycyclic Hidrokarbon juga diantaranya mengandung metana, etana dan propana.
Masih dalam rilis Jatam Kaltim, menurut kesaksian warga, Suhardi (52 Tahun) dan Istrinya Noordayanti (42 Tahun) semburan gas pertamina di sangasanga tersebut tidak hanya menyebabkan bau menyengat, tetapi juga menimbulkan gejala gangguan kesehatan seperti sakit kepala, mual, dan sesak napas pada warga yang terpapar.
Jarak lokasi sumur dengan pemukiman yang berjarak hanya 700 Meter juga memaksa sebagian warga untuk keluar dari rumah dan mengungsi. Ketakutan itu bukan tanpa dasar, karena kejadian ini mengingatkan mereka dengan peristiwa serupa, yang terjadi pada tahun 1988 hingga menyebabkan dua orang meninggal dunia akibat menghirup gas beracun kala itu.
Berikut sejumlah daftar temuan JATAM Kaltim yang dihimpun dari lapangan:
- NIR-TRANSPARANSI, TANPA KETERBUKAAN INFORMASI.
Berdasarkan kesaksian warga hingga saat ini, 14 hari kejadian berlalu, pihak PT. Ppertamina dan kontraktornya yakni PT. PDSI belum memberikan keterangan resmi penyebab semburan (Blow Out) serta seberapa besar kerusakan dan apa dampaknya bagi, warga. Sebaliknya yang justru menormalisasi dan mengecilkan kejadian berbahaya ini, warga menjelaskan dis-informasi atau informasi keliru yang mengecilkan bahaya kejadian ini, dan menyebut kejadian merupakan kejadian yang lumrah terjadi atau disebut sebagai flare pembakaran gas buang yang lazim dan sudah seharusnya sengaja dibakar.
Temuan yang juga terkumpul dari kesaksian Zainur Ridwan dan Hendro (Ketua RT dan Wakil RT 04) adalah tidak pernah ada sosialisasi kegiatan pengeboran oleh PT Pertamina Unit Hulu Sanga Sanga-sanga (PHSS) dan Kontraktor Nya PT. PDSI kepada masyarakat sekitar lokasi. Kejahatan informasi ini juga diikuti tak pernah adanya sosialisasi dokumen dampak lingkungan dan resikonya, tidak ada sosialisasi SOP untuk tanggap darurat, sehingga warga tidak dibekali pengetahuan jika terjadi kondisi darurat seperti saat ini.
- PERACUNAN BENTANG AIR DAN TANAH.
Hingga saat ini pemeriksaan laboratorium atas kualitas dan kandungan air yang tercemar oleh Puskesmas dan PERUMDA Tirta Mahakam Ranting Sanga-sanga Belum keluar hasilnya, JATAM Kaltim mempertanyakan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan PERUMDA Tirta Mahakam atau PDAM Cabang Kutai Kartanegara yang memutuskan tetap mengalirkan air yang menurut kesaksian warga masih berbau, keruh berwarna gelap dan bercampur lumpur yang tetap dialirkan atas alasan sedang diselenggarakannya MTQ di Kecamatan Sanga-sanga, pertanyaannya sejauh mana dan seberapa memadai informasi atas resiko penggunaan air ini pada warga maupun peserta MTQ?, begitu pula jika hasilnya ditemukan terbukti tercemar.
- MELUASNYA KORBAN.
Peracunan pada bentang air juga diikuti oleh peracunan pada kandungan air tanah bahkan tanah disekitar dan dimana penyebaran komponen dan unsur kimia beracun juga menjalar di sekitar pemukiman, termasuk kepada korban terdampak non-manusia, kepada hewan dan ikan di jalur-jalur air dan sungai terdampak di anak-sanak sungai Sanga-sanga. Jika produksi PDAM per-hari mencapai 5 Ribu Kubik air yang setara dengan 800 Tangki air ukuran 5 Ribu liter, maka dapat diperkirakan taksiran volume air tercemar hingga saat ini adalah 20 Ribu Kubik yang dikonsumsi oleh sekitar 3600 pelanggan sambungan PDAM. Celakanya hingga kini tidak ada tanggungjawab oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kutai kartanegara pada skandal ini, tidak ditemukan upaya Badan-badan lingkungan hidup setempat untuk melakukan pengambilan sampel dan pengecekan kondisi udara, air dan lingkungan di lokasi kejadian.
- PERACUNAN PADA UDARA.
Gejala peracunan udara melalui keluhan yang dikumpulkan JATAM Kaltim dari pengaduan warga juga menunjukkan perlunya pemeriksaan udara ambien selama 24 jam (ambien atmosphere monitoring) di wilayah padat huni yang terdekat/terdampak, dari kesaksian warga terdapat tidak kurang lima rukun tetangga (RT) mulai dari RT 04, 05, 08, 06 dan 02 yang terdampak langsung yang memerlukan pemeriksaan lanjutan dan menyeluruh pada kesehatan paru-paru warga.
- KOMPENSASI YANG TIDAK ADIL DAN MENGHINA AKAL.
Akibat dari ledakan sumur minyak tersebut PT Pertamina memilih memberikan bantuan kepada warga di beberapa RT yang jarak nya paling dekat dengan lokasi Semburan, seperti di RT 04, Rt 06, Rt 02, bantuan yang diberikan kepada para warga hanya berupa minuman air mineral kemasan satu dus ukuran 300 ml, susu kaleng cap beruang dan vitamin B Kompleks selama 3 hari untuk tiap satu rumah.
“Menurut kesaksian warga bantuan tersebut dalam pembagiannya tidak merata, seperti bantuan susu dan vitamin, dari jumlah warga di RT 04 sebanyak 166 KK, perusahaan hanya menyediakan 48 kaleng saja, sehingga menimbulkan polemik diantara sesama warga yang menerima dan yang tidak. Warga yang memiliki bayi bahkan bertaruh resiko, karena kecilnya kompensasi ini. Ketidakmerataan bantuan ini merupakan bentuk pengabaian hak- hak korban dan memperlihatkan minimnya transparansi serta akuntabilitas dalam penanganan bencana industri ini. JATAM Kaltim mempertanyakan SOP bantuan dan kompensasi pada saat terjadi insiden dan kejadian dengan skala seperti ini, mulai dari jenis bantuan dan cara pembagiannya yang menghina akal sehat,” tegas Jatam Kaltim. (sirana.id)
baca juga: Tertatih Reklamasi Lubang Tambang Maut















