SAMARINDA – Musim kemarau Kaltim mulai terasa. Risiko kebakaran hutan kaltim pun membayangi. Masyarakat kini diminta waspada terhadap potensi kekeringan akibat musim kemarau yang diprediksi akan berlangsung hingga September bahkan awal Oktober.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto mengatakan Analisis BMKG per 20 Juli lalu menunjukkan bahwa beberapa wilayah di Kaltim, seperti Paser, Kutai Kartanegara, dan sebagian Kutai Timur, telah memasuki musim kemarau.
“Kondisi ini dikarenakan minimnya curah hujan dalam seminggu hingga 10 hari terakhir, yang mengakibatkan munculnya banyak titik panas.,” ungkap Kukuh saat menjadi pembicara terkait Kaltim Siaga Karhutla, Jumat (1/8/2025).
Seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara pekan lalu. Mengutip dari Mediaetam.com Ratusan hektare lahan di area dusun Kedang Kepala dan Desa Muara Siran, Muara Kaman terbakar. Titik api pertama kali terlihat sejak Senin (21/7/2025) sekitar pukul 11.00 WITA, yang kemudian terus menjalar ke wilayah hutan hingga ke Desa Muara Siran pada malam harinya. Hingga Selasa subuh, api baru mulai mereda.
Kepala Desa Muara Siran, Ishan Mashor, menyampaikan bahwa api berasal dari perbukitan kering di wilayah Kedang Kepala. Jarak titik api dengan pemukiman sekitar dua kilometer, sehingga tidak mengancam rumah warga secara langsung, namun tetap menimbulkan kekhawatiran.
“Api cepat menyebar karena vegetasi kering. Lokasinya sulit dijangkau, jalan tembus ke sana tidak ada. Malamnya sekitar jam 10, api sudah masuk wilayah desa,” ujar Ishan.
Ia menambahkan, luas lahan terbakar diperkirakan mencapai 200 hektare, yang sebagian besar adalah kawasan hutan desa. Upaya pemadaman terkendala medan ekstrem yang terdiri dari rawa dan semak belukar. Bahkan, kendaraan pemadam maupun perahu tidak dapat menembus lokasi.
“Sama seperti tahun lalu, tanahnya labil. Bahkan diinjak saja bisa tenggelam,” jelasnya.
Sementara terpisah, BMKG mencatat, pada tanggal 29 Juli saja, ditemukan delapan titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi, yang sebagian besar berada di Kutai Timur dan Berau. Selain itu, terdapat lebih dari 100 titik panas dengan kategori sedang dan rendah yang juga perlu diwaspadai.
“Dalam kurun waktu seminggu hingga 10 hari terakhir, hampir seluruh wilayah Kaltim tidak ada hujan,” papar Kukuh.
Meski demikian, Kukuh menjelaskan bahwa musim kemarau di Kaltim tidak akan sepenuhnya kering. Masih ada potensi hujan lokal, meskipun intensitasnya tidak merata.
“Walaupun nanti pada perjalanannya di Kaltim ini tidak sampai 0 mm hujannya, karena masih ada potensi hujan di Agustus dan September, kita tetap harus waspada terhadap defisit air atau kemarau sampai di bulan September maupun awal Oktober,” tambahnya.
Masyarakat diimbau untuk terus memantau informasi terkini dari BMKG terkait prakiraan cuaca, potensi hujan, dan juga peringatan dini. Hal ini penting untuk mengantisipasi dampak yang mungkin timbul, seperti krisis air bersih dan kebakaran hutan dan lahan. (Sirana.id)
Baca juga: Pariwisata, Maratua, dan Keresahan di Belakangnya















