SAMARINDA – Pangan orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur menjadi bahan penelitian para peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Di dalam Bentang Alam Wehea-Kelay, sebanyak 59 jenis pakan orang utan telah diteliti oleh periset dari Universitas Mulawarman dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Dari penelitian tersebut, ditemukan ada sekitar 30 jenis tumbuhan yang memiliki informasi etnofarmakologi (bioaktivitas dan nutrisi). Kajian ini membuka jendela baru atas manfaat orang utan kalimantan dan habitatnya. Tidak hanya akan bermanfaat bagi kesehatan manusia, namun juga pengembangan ekonomi masyarakat berbasis bioprospeksi.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Irawan Wijaya Kusuma memaparkan lebih lanjut. Jadi, Tim riset gabungan dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman bersama YKAN melakukan penelitian terhadap pakan orang utan. Sepanjang 2023, para peneliti ini telah mengidentifikasi 227 jenis pakan orang utan. Mereka kemudian mengerucutkan menjadi 11 jenis pakan dengan mencari bioaktivitas dan kandungan nutrisi.
“Ketemulah jenis Macaranga conifera ini yang memiliki potensi anti-kanker, anti-diabetes, dan anti-oksidan yang bisa diturunkan untuk produk perawatan kulit,” ujar dia dalam acara Ekspos Hasil Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Skala Bentang-Alam di Wehea-Kelay, pada Selasa 10 Desember 2024 di Samarinda.
Kemudian, setelah menemukan macaranga conifera itu, tim membuat produk perawatan yang berkhasiat untuk antipenuaan dini, antijerawat, pencerah wajah.
“Tiga produk tersebut dipilih sesuai dengan kondisi pasar saat ini,” ujar Irawan sembari menunjukkan sampel produk perawatan kulit dengan nama dagang WEMACA (Wehea-Kelay Macaranga). Dia mengatakan tidak menutup kemungkinan, akan lebih banyak produk turunan. Lantaran masih banyak jenis pakan lain yang belum dioptimalkan khasiatnya.
Keberadaan habitat orangutan berada di Bentang Alam Wehea-Kelay ini pun sangat penting. Keberadaan orangutan dijadikan dasar kolaborasi 23 pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat dalam mengelola bentang alam seluas 532.143 hektare tersebut.
Sebab, kelestarian bentang alam ini bermakna penting. Ketua Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay Anwar Sanusi mengatakan, kontribusi keanekaragaman hayati dari kawasan ini tidak diragukan lagi. Menurutnya, dari data Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (2023), bentang alam ini menyumbang sekitar 35 persen pencapaian Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).
“Indeks ini menggambarkan kualitas tutupan lahan yang dihitung dari kondisi tutupan hutan dan tutupan vegetasi nonhutan,“ ujar Anwar.
Bentang Alam Wehea-Kelay mempertahankan keanekaragaman hayati di dalamnya. Berdasarkan survey yang dilakukan forum, ada sekitar 1.200 individu orang utan kalimantan dan lebih dari 1.400 jenis satwa liar yang mendiami kawasan berhutan ini. Wilayah ini juga merupakan kawasan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelay dan DAS Wahau bagi masyarakat Kecamatan Kelay di Kabupaten Berau dan Kecamatan Kombeng, Kecamatan Wahau, serta Kecamatan Telen di Kutai Timur.
Selain itu, setidaknya ada sekitar 30 ribu jiwa yang menggantungkan sumber air dari ekosistem ini. Anwar mengatakan dengan menjadikan perlindungan habitat orang utan sebagai kunci kolaborasi ternyata banyak peluang yang terbuka.
“Memang banyak pelajaran dan kebijaksanaan dari orangutan untuk kemaslahatan,” jelas lelaki yang juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur tersebut. (Sirana.id)















