IBU KOTA NUSANTARA – Dalam upaya proaktif membangun ekosistem kerja yang sehat dan berkelanjutan, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menggelar Workshop Kesehatan Mental dan Layanan Konseling Psikologi pada Kamis (30/10/2025). Acara yang digelar di Ruang Serbaguna, Tower 1, Gedung Kemenko 3 ini mengangkat isu krusial yang sering diabaikan: dampak lingkungan kerja terhadap kesehatan mental. Fakta mengejutkan terungkap dalam workshop tersebut, dimana lingkungan kerja, bukan beban kerja, disebut-sebut sebagai penyebab utama stres bagi sebagian besar pekerja.
Kegiatan yang dihadiri oleh sejumlah insan Otorita IKN ini menghadirkan pakar di bidangnya, yaitu Dr. Yenni, Sp.KJ., Psikiater dari RSJD Atma Husada Mahakam, dan Dr. Evi Kurniasari P., S.Psi, M.Psi, Psikolog sekaligus Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, beserta tim konselor. Agenda ini tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga memberikan dukungan praktis melalui sesi konseling individual, menegaskan komitmen OIKN terhadap kesejahteraan holistik para pegawainya.
Dr. Yenni, dalam pemaparannya, menekankan hubungan simbiosis antara kesehatan pegawai dan kekuatan sebuah organisasi. “Kota yang kuat atau organisasi yang kuat harus dijalankan oleh pegawai yang sehat, baik fisik maupun mentalnya,” tegasnya. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa mengenali faktor pemicu stres dan mengelolanya dengan baik adalah kunci untuk menjaga keseimbangan tiga pilar kehidupan: dapur (keluarga), sumur (pekerjaan), dan kasur (hubungan dengan pasangan).
Lingkungan Kerja Toxic: Akar Masalah, Bukan Beban Kerja
Angle utama yang menjadi sorotan dalam workshop ini adalah temuan bahwa mayoritas stres karyawan justru bersumber dari lingkungan kerja, bukan dari volume atau kompleksitas tugas. Dalam paparan bertajuk “Efek Domino Lingkungan Kerja”, Dr. Yenni mengutip data dari American Psychiatric Association (APA) yang menyatakan bahwa 60 persen penyebab stres dalam pekerjaan berasal dari lingkungan kerja, bukan beban pekerjaan itu sendiri.
“Rasa lelah dari bekerja tidak selalu berkaitan dengan beban kerja yang diterima. Lingkungan kerja yang toxic justru menjadi salah satu penyebab utama penurunan kesehatan mental,” jelas Dr. Yenni. Pernyataan ini menggeser paradigma umum yang seringkali menyalahkan tenggat waktu atau target sebagai biang keladi kelelahan mental. Lingkungan kerja yang toxic dapat mencakup dinamika interpersonal yang buruk, komunikasi yang tidak sehat, kurangnya dukungan dari atasan atau rekan, hingga budaya perusahaan yang tidak inklusif.
Salah satu contoh konkret stresor yang diangkat adalah kesenjangan cara pandang antar generasi. Tantangan ini sangat relevan bagi OIKN dan banyak lembaga modern lainnya, di mana sebagian besar pegawainya berasal dari generasi milenial dan Z. Perbedaan nilai, gaya komunikasi, dan ekspektasi kerja dapat memicu ketegangan dan konflik jika tidak dikelola dengan baik.
Namun, kedua narasumber menegaskan bahwa perbedaan generasi ini bukanlah halangan mutlak untuk menciptakan harmoni. Sebaliknya, hal tersebut dapat diubah menjadi kekuatan dengan membangun komunikasi yang terbuka, empati, dan saling pengertian antar seluruh lapisan pegawai. Workshop ini sendiri menjadi langkah nyata OIKN untuk menjembatani kesenjangan tersebut dan membangun fondasi lingkungan kerja yang positif.
Dr. Evi Kurniasari turut mengapresiasi inisiatif OIKN ini. “Saya pribadi sangat mengapresiasi adanya Workshop Kesehatan Mental di Nusantara. Ini menunjukkan bahwa Otorita IKN tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap pegawainya,” ujarnya. Apresiasi ini menggarisbawahi bahwa investasi pada kesehatan mental bukanlah biaya, melainkan investasi strategis untuk membangun organisasi yang tangguh dan produktif.
Melalui kegiatan ini, Otorita IKN menegaskan kembali komitmennya bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara tidak hanya diukur dari kemegahan infrastruktur dan gedung-gedung pencakar langit. Pembangunan sumber daya manusia yang unggul, sehat mental, dan berdaya tahan justru menjadi pilar yang equally penting. Workshop kesehatan mental ini adalah bukti nyata upaya OIKN untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang, dimulai dari mengatasi akar permasalahan yang selama ini sering diabaikan: lingkungan kerja itu sendiri. (Sirana.id)
Baca juga: Ada Puluhan Ribu Pekerja Anak di Kalimantan Timur dan 70 Persen Tak Dibayar
 
			











