KUTAI Kartanegara punya surga tersembunyi. Berupa sebuah desa kecil yang menawarkan ketenangan, keindahan, dan kedekatan dengan alam yang sulit ditemukan di tempat lain. Namanya Desa Sangkuliman, letaknya di antara Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, berdiri anggun di antara dua lanskap air yang mendominasi wilayah itu: Sungai Mahakam dan Danau Semayang. Desa ini bukan hanya persinggahan, tapi tujuan—tempat di mana waktu melambat dan pengunjung diajak merasakan denyut kehidupan yang bersahaja dan penuh makna.
Salah satu daya tarik utama Sangkuliman adalah pemandangan matahari terbenam yang memukau di atas Danau Semayang. Ketika mentari perlahan tenggelam di balik cakrawala dan langit mulai dilukis warna-warna jingga, merah, dan ungu, danau seolah menjadi cermin alam yang sempurna. Pantulan cahaya senja di permukaan air yang tenang menciptakan suasana magis yang tak mudah dilupakan.
Menurut Ardan, dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) BMT Desa Sangkuliman, senja di danau ini adalah momen yang paling ditunggu-tunggu wisatawan.
“Kalau ingin benar-benar menikmati sunset, sebaiknya menginap di desa. Sore hari bisa menikmati pemandangan, lalu besoknya kita ajak keliling danau atau menjelajahi tempat lain,” jelasnya.
Menginap di Sangkuliman bukan hanya tentang menikmati senja, tetapi juga menjadi bagian dari ritme kehidupan desa yang damai. Rumah-rumah kayu berjajar rapi, dikelilingi oleh pekarangan yang ditanami pisang, mangga, kelapa, dan berbagai tanaman obat tradisional.

Pokdarwis di desa ini telah menyusun berbagai paket wisata yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Ada perjalanan singkat menyusuri Danau Semayang, menjumpai pulau-pulau kecil yang bisa dijadikan lokasi piknik atau berkemah, hingga ekspedisi lebih panjang menuju Danau Saguntur atau ke Gunung Tallo yang menyimpan kekayaan biodiversitas. Salah satu pengalaman langka yang bisa didapat adalah menyaksikan langsung kehadiran Pesut Mahakam, mamalia air endemik yang kini terancam punah. Para pemandu lokal, yang juga nelayan dan warga desa, sudah terbiasa dengan rute dan titik-titik pengamatan pesut. Mereka mengarungi danau dengan perahu kayu bermesin, sambil bercerita tentang legenda dan kehidupan di sekitar perairan itu.
Tak hanya alamnya yang memesona, Desa Sangkuliman juga menjadi contoh bagaimana desa bisa tumbuh dan tertata tanpa kehilangan identitas lokalnya. Desa ini bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah cermin dari masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam dan menjaga kearifan lokalnya.
Potensinya luar biasa, namun pertumbuhan wisata dikelola secara hati-hati agar tidak merusak lingkungan maupun tatanan sosial. Dalam setiap perjalanan ke Sangkuliman, yang ditawarkan bukanlah kemewahan modern, melainkan kesederhanaan yang memulihkan—ruang bagi siapa saja untuk kembali mendengar suara alam, merasakan hangatnya perjumpaan, dan menikmati senja yang tak pernah sama setiap harinya.
Bagi siapa saja yang rindu akan keaslian dan keheningan, Desa Sangkuliman menyambut dengan tangan terbuka. Ia bukan hanya tempat untuk dikunjungi, tapi untuk dihayati. (Advertorial/Dinas Pariwisata Kukar)