Berdasarkan kajian PHVA 2016, populasi Orangutan morio diperkirakan hanya sekitar 14.600 individu. Sayangnya, habitat mereka sebagian besar berada di luar kawasan konservasi.
Hal tersebut, disampaikan Tri Atmoko, peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN. Dia menegaskan bahwa orangutan adalah satu-satunya kera besar di Asia dengan tiga spesies di Indonesia: orangutan sumatera, orangutan tapanuli, dan orangutan Kalimantan. Di Kalimantan Timur, salah satu wilayah yang banyak ditemukan kemunculan orangutan adalah Kutai Timur.
“Orangutan yang ada di wilayah PT PIK merupakan orangutan kalimantan subspesies Pongo pygmaeus morio yang kini berstatus Critically Endangered menurut IUCN Red List,” jelas Tri.
Maka dari itu, menurutnya kolaborasi multipihak sangat penting. Untuk memastikan kehidupan orangutan ini masih bisa terus berjalan. Mengingat banyak lahan di Kalimantan Timur yang beralih jadi pertambangan, maka pembangunan demplot di lahan bekas tambang diharapkan dapat mengembalikan struktur habitat orangutan dengan keberadaan pohon pakan dan pohon sarang.
“Areal reklamasi akan berfungsi sebagai refugia (habitat pengungsian) sekaligus koridor ekologis yang menghubungkan hutan sekitar dengan wilayah bekas tambang,” jelas Tri dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Salah satu demplot yang lagi dikerjakan ada di Bengalon, Kutai Timur. Di konsesi PT PIK (Bayan Resources). Rudiro Trisnardono, Senior Advisor Bayan Resources, menjelaskan bahwa pembangunan demplot di Bengalon, Kutai Timur dilakukan di atas lahan reklamasi seluas 4 hektar di bawah supervisi peneliti BRIN.
“Sebanyak 2.500 bibit tanaman pakan orangutan disiapkan sebagai sisipan di lahan reklamasi, dengan prioritas jenis buah hutan untuk mengembalikan fungsi habitat,” terangnya.
Beberapa jenis yang ditanam antara lain tarap (Artocarpus sp.), nyatoh (Palaquium calophyllum), kecapi (Sandoricum koetjape), rambai (Baccaurea motleyana), cempedak (Artocarpus integer), dan kapul (Baccaurea macrocarpa).
Terpisah, soal Orangutan yang banyak di luar kawasan konservasi ini, terekam dalam studi 12 tahun Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop) di Kalimantan timur yang dipublikasi pada 2019 lalu. Hasil studi mereka saat itu menunjukkan rumah untuk orangutan tersisa sedikit. Dari studi itu, menunjukkan 70 hingga 80 persen orangutan tinggal di kawasan nonkonservasi yang rawan konflik.
“Jadi mereka tinggal di kebun sawit, tambang, permukiman, hingga HTI (hutan tanaman industri),” terang Yaya Rayadin dalam publikasinya pada 2019 lalu.
Rumah makin sempit atau menghilang dan orangutan di luar kawasan konservasi memang tak mengherankan. Pasalnya, hutan di Kalimantan Timur juga telah banyak berkurang. Hilman Afif, Juru Kampanye Auriga Nusantara dalam keterangan tertulisnya Kalimantan Timur pun selama 2024 telah kehilangan 44.483 hektare hutannya dan jadi nomor satu deforestasi. Terpaut hampir lima ribu hektare dari Kalimantan Barat di peringkat dua yang menyentuh angka 39.598 hektare. Lalu, Kalimantan Tengah dengan 33.389 hektare. Selain itu, sebanyak 83 persen kabupaten/kota di Indonesia mengalami deforestasi, dengan 68 kabupaten mencatat lebih dari 1.000 hektare hutan yang hilang.
“Namun, Kabupaten Kutai Timur di Kalimantan Timur mencatat deforestasi tertinggi, mencapai 16.578 hektare,” jelasnya. (sirana.id)
Baca Juga: Berat Membuat Orangutan Hidup Sejahtera di “Rumahnya”















