Pada Hari Keselamatan Pasien Sedunia, World Health Organization (WHO) dan United Nations Population Fund (UNFPA) menyoroti urgensi peningkatan keamanan layanan kesehatan di Indonesia bagi anak-anak sejak lahir hingga usia sembilan tahun, melalui seruan aksi: “Keselamatan pasien dari awal!”
Di seluruh dunia, 1 dari 10 pasien mengalami dampak buruk ketika menjalani perawatan medis, dan lebih dari 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat layanan kesehatan yang tidak aman. Di negara berpendapatan rendah dan menengah, dampaknya lebih parah, di mana sebanyak 4 dari setiap 100 orang meninggal akibat layanan yang tidak aman. Yang mengkhawatirkan, lebih dari 50% dampak tersebut sebenarnya dapat dicegah.
Anak-anak menghadapi risiko lebih besar karena tubuh mereka masih berkembang dan mereka sering kali belum mampu menjelaskan apa yang dirasakan ketika terjadi keluhan. Tantangan umum meliputi protokol keselamatan spesifik pediatri yang tidak memadai, lemahnya pengawasan mutu obat, terbatasnya ketersediaan layanan spesialis anak, serta tidak dilibatkannya anak dan keluarga sebagai pihak yang aktif dalam perawatan. Kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan memperburuk situasi ini dan membuat anak-anak paling rentan semakin terpapar risiko layanan yang tidak aman.
“Anak-anak tidak bisa menyampaikan ketika ada keluhan,” kata Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Akses obat-obatan dan layanan yang aman, efektif, dan bermutu bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar. WHO akan terus mendukung Kementerian Kesehatan dan bekerja sama dengan mitra untuk membangun sistem kesehatan yang kuat, aman, dan adil bagi semua orang, berapa pun usianya.”
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencatat kemajuan penting. Antara 2010 dan 2023, peningkatan mutu dan keselamatan layanan kesehatan – termasuk untuk bayi baru lahir dan anak – berkontribusi pada penurunan 39% angka kematian bayi baru lahir dan balita. Dari 2010 hingga 2022, angka kematian anak usia 5 hingga 9 tahun turun sebesar lebih dari 32%.
Sejak 2006, Indonesia telah menerapkan sistem nasional pelaporan insiden keselamatan pasien, dan pada 2024, Kementerian Kesehatan memperluas kajian kematian ibu dan bayi baru lahir guna memperkuat akuntabilitas dan perlindungan anak. Sejak 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberlakukan pengawasan pasar yang lebih ketat serta memperkenalkan persyaratan baru terkait cara pembuatan obat yang baik dan cara distribusi obat yang baik untuk bahan aktif dan bahan tambahan (eksipien).
Dalam melanjutkan capaian ini dan memastikan setiap anak di Indonesia mendapat perawatan yang aman dan bermutu, terdapat empat prioritas utama:
Pertama, mengoptimalkan layanan pediatri dengan menerapkan panduan WHO di seluruh tahapan perawatan. Perluasan cek kesehatan di sekolah – terutama untuk anak-anak usia 5–9 tahun – serta menghubungkannya dengan SATUSEHAT untuk rujukan dan pemantauan akan memperkuat deteksi dini dan tindak lanjut masalah-masalah seperti stunting, gangguan penglihatan dan pendengaran, keterlambatan perkembangan, dan kondisi kronis.
Kedua, mengumpulkan dan memanfaatkan data yang lebih baik untuk menghasilkan capaian yang lebih kuat. Sistem pelaporan yang lebih kuat (enhanced) – yang mencakup kajian sistematis penyebab kematian – akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang di mana anak-anak menghadapi risiko serta faktor penyebabnya, membantu menunjukkan kesenjangan layanan, menyoroti ketimpangan, mengarahkan alokasi sumber daya, serta membangun budaya pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Ketiga, mewujudkan kekuatan regulasi menjadi layanan yang lebih aman. Kemajuan terbaru dalam cara pembuatan obat yang baik dan cara distribusi obat yang baik, dan pengawasan pasca-edar dan farmakovigilans, harus diimbangi dengan tenaga kesehatan terampil yang memastikan pemberian resep, dosis, dan layanan ramah anak yang tepat. Dengan menyelaraskan pengawasan ketat dengan praktik klinis, Indonesia dapat memastikan setiap anak memperoleh obat dan perawatan yang bukan hanya efektif, tetapi juga aman dan sesuai usia dan kebutuhannya.
Keempat, memberdayakan keluarga sebagai mitra aktif. Dengan membuat fasilitas pelayanan kesehatan lebih ramah anak dan keluarga serta mendorong orang tua untuk mengikuti perkembangan anaknya, memantau pengobatan, dan ikut serta dalam pengambilan keputusan, perawatan dapat menjadi lebih aman, responsif, dan dipercaya.
“Keselamatan bayi baru lahir sangat terkait dengan kesehatan ibu serta kehamilan dan persalinan yang aman. Dan bidan berperan penting di sini,” ujar Hassan Mohtashami, Perwakilan UNFPA Indonesia. “Meningkatkan kompetensi bidan akan menyelamatkan nyawa ibu dan bayi baru lahir di seluruh dunia, dan kita dapat mencapai hal ini melalui pendidikan kebidanan bermutu yang sesuai standar internasional serta pengembangan profesional berkelanjutan bagi bidan.”
WHO dan UNFPA akan terus mendukung Kementerian Kesehatan dalam memperkuat keselamatan pasien di seluruh Indonesia. Dengan kerja sama dan komitmen, Indonesia dapat memastikan keselamatan pasien sejak awal kehidupan. (sirana.id)