Samarinda – Paguyuban Pedagang Pasar Subuh Samarinda, kukuh menolak relokasi pasar. Mereka akan berjuang dan mempertahakan pasar Subuh sebagai ikon komunitas sosial.
Sebelumnya, Pemkot Samarinda menyatakan niatan mereka untuk mengembangkan kawasan Chinatown sejak tahun lalu. Kawasan Chinatown nantinya akan meliputi kawasan Jalan Yos Sudarso, pelabuhan hingga Jalan Mulawarman. Kawasan ini akan terhubung dengan kawasan Citra Niaga dan Teras Samarinda. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso. Pemerintah pun berencana melakukan relokasi pedagang Pasar Subuh ke Pasar Beluluq Lingau di Jalan PM Noor. Jarak Pasar Subuh ke Pasar Beluluq Lingau ini, sekitar 7-8 kilometer.
Protes pun disampaikan, selain jarak yang lumayan jauh, keberadaan pasar subuh selama ini menjadi rujukan warga keturunan tionghoa yang tinggal di sekitar wilayah tersebut.
Maka dari itu, Para pedagang pasar subuh yang tergabung didalam paguyuban pasar subuh mempertahankan kegiatan usaha kami di pasar subuh kota samarinda saat ini dan menolak rencana relokasi dalam upaya mandiri memperjuangkan hak atas penghidupan layak adalah asasi bagi kami para pedagang pasar subuh dan keluarga!!
Selanjutnya dalam keterangan pers mereka, keberadaan para pedagang pasar subuh yang notabene berada diatas lahan kepemilikan pribadi bukan fasilitas umum – kota.
“Usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat,” jelas mereka.
Fakta yang terakhir adalah historis aktivitas sosial ekonomi pasar subuh di kota samarinda telah puluhan tahun berlangsung dan menjadisalah satu ikon komunitas sosial di kota samarinda yang patut di perjuangkan serta dipertahankan.
“Hampir semua masyarakat kota samarinda bahkan telah turun-temurun mengetahui bahwa bila memiliki keperluan atas kebutuhan konsumsi non – halal maka otomatis rujukannya adalah pasar subuh dimana secara mandiri dan alamiah menata kegiatan jual-beli konsumsi kebutuhan non – halal terkonsentrasi disatu areal khusus dan terpisah dari pusat jual – beli kebutuhan konsumsi umun lainnya,” sambung mereka.
Mereka pun telah melakukan berbagai aksi untuk menyampaikan protesnya. Menurut para pedagang, Pasar Subuh sudah sejak lama telah menjadi sumber mata pencaharian. Dibanding pasar lain di Samarinda, Pasar Subuh sejak lama telah menjadi rujukan masyarakat Samarinda untuk membeli daging nonhalal. Juga bahan-bahan masakan untuk chinese food.
“Relokasi ini diputuskan tanpa partisipasi bermakna dari kami. Kami hanya diberi kabar sepihak. Padahal yang terdampak langsung adalah kami, para pedagang kecil,” ujar salah satu pedagang Pasar Subuh pada Minggu, 4 Mei 2025.
Pemkot Samarinda memang menyebut relokasi pasar Subuh untuk penataan kota dan kemacetan. Mengingat, lokasi pasar Subuh di sekitar area Pelabuhan Samarinda kerap menimbulkan kemacetan. Namun, niatan ini dianggap mengabaikan akar masalah yang lebih luas, seperti keberlanjutan dan ketahanan terhadap kesejahteraan pedagang mikro. Pasar Subuh, dengan segala kekhasannya, tak bisa dipindahkan begitu saja tanpa mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi yang besar.
Dalam rilisnya pada 4 Mei 2025, para pedagang, menuntut:
1. Penghentian rencana relokasi sepihak tanpa dialog terbuka dengan seluruh pedagang.
2. Transparansi rencana pembangunan atau penataan pasar yang melibatkan pedagang sebagai subjek utama, bukan objek pembangunan.
Sebagai bagian dari wajah Samarinda, Pasar Subuh harus dilindungi. Upaya revitalisasi kota semestinya tak menghapus denyut nadi ekonomi rakyat. Pemkot Samarinda didesak untuk membuka ruang dialog dan menghentikan semua bentuk intimidasi maupun upaya paksa terhadap para pedagang. (*)