Samarinda – Warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara yang hanya beberapa kilometer dari pusat ibu kota nusantara (IKN), masih memperjuangkan hak tanah mereka dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) PT ITCIKU. Ada 93 KK yang berada di 83,55 hektare terancam tergusur. Hal itu mereka sampaikan dalam konferensi pers pada Jumat (16/5/2025).
Pada 7 Mei, kebun mereka yang diklaim di bawah HGB PT ITCIKU, telah digusur. Sawah, kebun, aneka pohon, telah dihabisi. Salah seorang warga dalam konferensi pers itu menceritakan, bagaimana lahan mereka yang dibeli 20 tahun lalu, tiba-tiba menjadi HGB perusahaan pada 2017.
“Kami beli tanah 20 tahun lalu sama warga kampung juga. Namanya dulu kampung Selongk kitik, bukan pancakarya. Tiba-tiba 2017 muncul HGB perusahaan kayak turun dari langit,” kata dia.
Kini mereka was-was dan tak bisa berkebun. Akses jalan ke kebun diblokir. Mereka juga tak bisa bawa parang ke kebun. Sebab, mereka khawatir nanti dituduh mau mengancam pekerja dan jadinya dikriminalisasi. Seperti beberapa rekan mereka.
Bahkan, sudah bertahun-tahun mereka tak bisa menanam padi.
“Mau melawan susah juga aparat hukum. Kita sekarang waswas apalagi katanya puskesmas mau kena dorong (gusur),” sambung dia.
Aktivis Walhi Kaltim Yudi, dalam konferensi pers itu juga memaparkan ada sekitar 18,42 hektare lahan warga yang terkena penggusuran pada awal Mei itu. Lahan yang digusur berupa kebun-kebun yang jadi sumber nafkah warga. Penggusuran dijaga ketat aparat. Warga tak bisa melawan.
Walhi pun hendak menggugat HGB itu. Tapi terkendala dokumen tak diberikan pihak ATR/BPN.
“Padahal sudah menang di Komisi Informasi Provinsi. Jadi kekurangan data kita,” tegasnya.
Sejak Maret 2025, empat warga Desa Telemow ditahan. Mereka dijerat dengan dalih pengancaman dan penyerobotan lahan. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda Fathul HW menduga, ada banyak hal-hal janggal dalam kasus ini. Mulai dari penarikan berita acara pemeriksaan (BAP) beberapa saksi. Juga dia menilai lemahnya saksi dari pelapor.
Selain itu, dalam fakta persidangan yang dibuka saksi dari ATR/BPN ada yang janggal. “Soal tandatangan Ketua RT 14 Desa Telemow. Dari tahun 1992 sampai sekarang itu Muna. Tapi di dokumen kok namanya Sugeng,” papar dia.
Lanjut Fathul, mereka berdalih melakukan sosialisasi dan mengklaim ada bukti penerimaan. Ada yang tanda tangan dan stempel, tetapi enggak ada nama. Sedangkan, Ketua RT 14 tidak ada tanda tangan dan stempel. Padahal itu RT terdampak. Rumah Muna, terdampak dan berisiko digusur.
Hal ini senada dengan pernyataan Yudi dari Walhi Kaltim yang sudah mengadvokasi kasus ini sejak beberapa tahun lalu. Sejak 2017 lalu warga yang berada di RT 13 dan 14 kerap mendapat intimidasi dan penggusuran dari pihak perusahaan.
“Tak hanya warga saja, tapi juga bangunan puskesmas serta kantor desa juga bakal ikut tergusur,” ungkapnya.
Telemow bukanlah desa baru yang ada karena aktivitas perusahaan. Warga pun memiliki buktinya. Bukti tersebut berupa surat penggarap pertama dan kedua di lahan yang dulunya disebut Desa Selong Kitik oleh 23 penggarap pada 1912-1960 silam. Selain itu, diperkuat dengan adanya bukti mereka telah membayar pajak atas lahan garapan Selong Kitik pada tanggal 07 Maret 1997 di Kantor Pelayanan PBB Balikpapan. (Sirana.id)















