Jakarta – Sejak akhir pekan lalu, masyarakat di media sosial ramai membahas foto-foto dan narasi pengibaran bendera jolly roger versi anime “One Piece” di sejumlah rumah dan kendaraan di berbagai daerah menjelang HUT RI ke-80 pada 17 Agustus 2025.
Kalangan pengamat mengungkapkan pengibaran bendera jolly roger One Piece yang sedang tren tersebut dipandang sebagai bentuk ekspresi kekecewaan dan kritik dari masyarakat terhadap kondisi sosial dan pemerintahan. Itu karena dalam anime One Piece, bendera jolly roger dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan absolut dan penindasan.
Namun, hal ini ditanggapi pemerintah sebagai upaya makar. Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan pada Jumat (1/8) mengatakan pengibaran bendera One Piece menjelang peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus mengandung unsur tindak pidana karena dianggap mencederai kehormatan bendera merah putih. Maka, lanjutnya, pemerintah akan mengambil tindakan hukum, walau tidak dijelaskan rinci. Sedangkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut ada upaya memecah belah persatuan dan kesatuan lewat pemasangan bendera One Piece.
Lalu Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai pada Minggu (3/8) mengatakan bahwa negara bisa melarang pengibaran bendera One Piece tersebut lantaran dianggap melanggar hukum sekaligus sebagai bentuk makar.
Merespons razia dan sikap pejabat terkait fenomena pengibaran bendera bajak laut versi film animasi “One Piece” oleh masyarakat, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan respons pemerintah dan aparat menyikapi fenomena pengibaran bendera One Piece di masyarakat jelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-80, apalagi yang disertai dengan ancaman pidana, sangatlah berlebihan.
Mengibarkan bendera One Piece sebagai medium penyampaian kritik merupakan bagian dari hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi dan berbagai instrumen internasional lainnya yang telah diratifikasi Republik Indonesia.
“Ekspresi damai lewat pengibaran bendera bukanlah makar, apalagi upaya pecah belah bangsa. Represi melalui razia atau penyitaan bendera One Piece di masyarakat seperti yang terjadi di Tuban serta penghapusan mural One Piece di Sragen jelas merupakan suatu bentuk perampasan kebebasan berekspresi yang bertujuan mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Negara tidak boleh anti terhadap kritik,” tegasnya.
Dia melanjutkan, alih-alih merepresi kebebasan berpendapat melalui razia, pemerintah seharusnya lebih fokus menyelesaikan akar penyebab dari keresahan masyarakat sehingga memilih mengibarkan bendera One Piece.
Pemerintah sebaiknya tidak anti-kritik dan harus berhenti memberi pernyataan yang berlebihan terhadap fenomena kebebasan berekspresi di masyarakat, apalagi disertai dengan ancaman sanksi pidana. Aparat harus melihat fenomena ini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Sebagai Negara Pihak berbagai instrumen HAM internasional termasuk ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), Indonesia berkewajiban melindungi serta menyediakan ruang aman bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai.
Perlindungan hak atas kebebasan berekspresi yang diatur di Pasal 19 ICCPR berlaku untuk segala jenis informasi dan gagasan, termasuk informasi dan gagasan yang dianggap mengejutkan, menyerang, atau mengganggu, terlepas dari apakah konten informasi atau gagasan tersebut benar atau salah. Negara seharusnya hadir untuk melindungi, bukan membiarkan — apalagi berperan dalam — pembungkaman suara-suara kritis yang sah dari warga negara.”
Sementara, pemerintah sudah melakukan penindakan pada para pengibar bendera One Piece. Laporan media menyebut seorang pemuda berinisial AR di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur pada Sabtu pekan lalu (2/8) didatangi sejumlah aparat, di antaranya petugas Polsek, aparat Koramil, intel Kodim dan polisi pamong praja (Pol PP) setempat, setelah mengunggah foto hormat kepada bendera bajak laut yang dipasang di dekat rumahnya pada Jumat lalu (1/8). Di serial anime populer asal Jepang “One Piece,” bendera hitam yang disebut jolly roger itu bergambar kepala tengkorak bertopi jerami di antara persilangan dua tulang.
Foto itu dia unggah ke status WhatsApp, namun malamnya bendera itu dia turunkan setelah ada yang melaporkan. Esoknya dia didatangi tim aparat.
Kepala Kepolisian Sektor Kerek, Kastur, kepada media membenarkan kabar bahwa tim gabungan mendatangi rumah pemuda tersebut untuk meminta klarifikasi dari yang bersangkutan soal pengibaran dan penghormatan bendera tersebut.
Kapolsek Kerek selanjutnya menyatakan tidak memperpanjang kasus tersebut setelah pemuda itu mengaku hanya iseng karena sedang ramai kabar pengibaran bendera One Piece di media sosial. Kendati tidak ada penangkapan, petugas menyita bendera berukuran sekitar 40×50 cm itu dan petugas gabungan juga telah memastikan konten foto itu telah dihapus dari ponsel AR dan dari status WhatsApp.
Di Sragen, Jawa Tengah, polisi dan tentara dikabarkan mengawasi penghapusan sebuah mural karakter anime One Piece di jalanan sebuah desa pada Minggu (3/8). Seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya kepada media mengungkapkan mural itu dihapus warga atas arahan anggota TNI dan Polri yang datang ke lokasi.
Pada Sabtu pekan lalu (2/8), di Kota Tangerang, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Banten, Hengki, mengatakan polisi akan menindak tegas warga yang sengaja mengibarkan bendera One Piece pada momen peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Dia tidak menjelaskan tindakan tegas apa yang akan dilakukan aparat terkait pengibaran bendera itu. (Amnesty International)















