Jakarta (29/10) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam atas temuan Kejaksaan Agung mengenai keterlibatan anak-anak, termasuk pelajar sekolah dasar, dalam praktik judi online. Menurut Menteri PPPA, situasi yang mengkhawatirkan ini merupakan tanda darurat perlindungan anak di ruang digital yang memerlukan penanganan segera dan serius dari semua pihak.
“Ketika anak-anak kita sudah menjadi pelaku atau korban dalam ekosistem judi online, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran terhadap hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat, aman, dan terlindungi,” tegas Menteri PPPA. Ia memaparkan bahwa judi online secara signifikan meningkatkan risiko kecanduan, tekanan psikologis, serta perilaku menyimpang yang dapat menghambat proses belajar dan tumbuh kembang anak. Lebih lanjut, Menteri menegaskan bahwa negara dan orang dewasa memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi serta memastikan anak-anak terbebas dari lingkungan digital yang berisiko tinggi seperti ini.
Fenomena memprihatinkan ini, menurut Menteri, dengan jelas menunjukkan perlunya pengawasan berlapis yang melibatkan sinergi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam mengawal setiap aktivitas anak di dunia digital. Menanggapi hal tersebut, Kementerian PPPA mendesak seluruh pemangku kepentingan untuk secara aktif memperkuat sistem pencegahan dan pemblokiran akses terhadap segala bentuk konten atau aplikasi yang berpotensi mengekspos anak pada praktik judi online.
Menteri PPPA menjelaskan bahwa pencegahan keterlibatan anak dalam judi online harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh melalui tiga lingkungan utama, yaitu keluarga, satuan pendidikan, dan komunitas sosial. “Anak-anak belum memiliki kemampuan kognitif dan emosional yang matang untuk memahami risiko dan konsekuensi jangka panjang dari aktivitas berbahaya seperti judi online. Mereka sangat mudah terpengaruh oleh iming-iming hadiah, iklan yang menarik, maupun konten media sosial yang menyesatkan,” ujarnya. Oleh karena itu, pendekatan pencegahan yang diusung harus lebih mengedepankan aspek edukasi dan pemahaman, bukan sekadar memberikan hukuman. Selain itu, Menteri juga menekankan bahwa orang tua, guru, dan seluruh lapisan masyarakat harus menjadi teladan yang baik, memberikan contoh nyata dalam perilaku, serta secara proaktif melindungi anak-anak dari paparan perilaku berisiko.
Sebagai bentuk tindak lanjut konkret, Kemen PPPA telah melakukan koordinasi lintas sektor dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. Koordinasi ini bertujuan untuk memperkuat edukasi literasi digital yang ramah anak serta menyempurnakan mekanisme perlindungan di dunia maya. “Bagi anak-anak yang sudah terpapar atau menjadi korban praktik judi online, Kemen PPPA menyediakan layanan konseling dan pendampingan psikososial, dengan menekankan pendekatan rehabilitatif dan non-stigmatisasi agar anak dapat pulih secara mental dan kembali ke lingkungan yang aman dan mendukung,” kata Menteri PPPA.
Di tingkat keluarga, Kemen PPPA terus mendorong peningkatan peran orang tua melalui program Parenting Digital. Program ini dirancang agar orang tua mampu mendampingi anak di ruang daring dengan efektif, mengenali tanda-tanda dini paparan perilaku berisiko, serta menerapkan pengasuhan berbasis komunikasi positif dan terbuka. “Lingkungan keluarga tetap menjadi pilar utama dalam pengasuhan dan pengawasan anak. Anak-anak perlu didampingi untuk menggunakan gawai secara bijak, memahami informasi yang mereka akses, serta dilibatkan dalam diskusi terbuka mengenai berbagai konten digital. Melalui pendekatan ini, sekolah dan orang tua dapat bersama-sama mencegah anak terjerumus ke dalam perilaku negatif,” tutur Menteri PPPA.
Dalam konteks kebijakan nasional, Kemen PPPA aktif mengimplementasikan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring. Peraturan ini menjadi panduan strategis bagi lintas kementerian dan lembaga dalam membangun ekosistem digital yang aman, inklusif, dan ramah anak. Melalui peta jalan ini, pemerintah memperkuat langkah-langkah pencegahan eksploitasi digital anak, termasuk judi online, kekerasan berbasis siber, dan konten tidak layak; mengatur koordinasi penegakan hukum terhadap pihak yang memperdagangkan, mengeksploitasi, atau memanfaatkan anak di ruang digital; dan melakukan kampanye edukatif “Anak Aman Digital”, yang menekankan pentingnya literasi digital bagi anak dan keluarga.
Sebagai bagian dari upaya edukasi, Kemen PPPA juga telah meluncurkan video edukasi tentang bahaya judi online bagi anak. Video ini bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif kepada orang tua, guru, dan masyarakat agar lebih waspada dan kritis terhadap modus permainan digital yang mengandung muatan perjudian terselubung. Sejalan dengan hal tersebut, Menteri PPPA menggarisbawahi peran penting tenaga pendidik dan kependidikan dalam pembentukan karakter anak dan penguatan literasi digital. “Menciptakan satuan pendidikan yang aman dimulai dengan mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan atau perilaku berisiko, termasuk penyalahgunaan gawai dan paparan judi online,” imbuh Menteri PPPA.
Menteri PPPA menegaskan bahwa seluruh anak Indonesia harus terbebas dari segala bentuk kekerasan di mana pun mereka berada, termasuk di ruang digital. Perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Oleh karena itu, Menteri PPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PP, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129,” tutup Menteri PPPA. (Sirana.id)
Baca juga: Tragedi di Balik Tembok Pesantren: Kekerasan Seksual dalam Bayangan Pendidikan Agama













