Samarinda – Industri fosil adalah salah satu sektor yang bertanggung jawab pada meningkatnya emisi gas rumah kaca di bumi ini. Apalagi, di Kalimantan Timur yang notabene jadi penghasil batu bara utama di negara ini. Peran perusahaan pun harus dikejar untuk mendorong transisi energi berkeadilan.
Jika seluruh negara menjalankan komitmen iklim, permintaan batu bara diperkirakan turun 20 persen sebelum 2030 dan 70 persen sebelum 2050. Padahal, pada 2022, batu bara menyumbang 44 persen terhadap PDRB Kalimantan Timur, 15 persen pendapatan daerah, dan 10 persen serapan tenaga. Komitmen iklim ini merupakan hasil kesepakatan COP 21 Paris, yang mengharuskan pembatasan kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius.
“Salah satu penyebab kenaikan suhu adalah emisi gas rumah kaca dari energi fosil seperti batu bara,” jelas Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin Hindarto dalam seminar bertajuk Mendorong Peran Perusahaan dalam Transisi Energi Berkeadilan dan Transformasi Ekonomi di Kalimantan Timur pada Kamis, 21 November 2024, di Ruang Mancong, Hotel Mesra, Samarinda.
Maka dari itu, transisi energi tidak bisa ditunda lagi mengingat kondisi perubahan iklim yang semakin parah. Oleh karena itu, ia menyarankan beberapa langkah strategis bagi perusahaan. Pertama, menggunakan dana CSR untuk investasi energi terbarukan, pemberdayaan komunitas, dan kolaborasi dengan berbagai pihak guna mendukung transisi energi berkeadilan. Kedua, mendukung penelitian, inovasi, dan pengembangan solusi rendah karbon.
Dicky juga mengusulkan sinergi multipihak untuk mengintegrasikan CSR ke dalam peta jalan transisi energi nasional maupun daerah. Ia menekankan perlunya transparansi dalam proyek CSR serta percepatan birokrasi. Universitas, pusat penelitian, LSM, dan NGO dapat berperan sebagai mitra implementasi.
“Ke depan, diperlukan kerja sama dari semua pihak agar implementasi transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi di Kalimantan Timur dapat memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal,” jelasnya.
Sementara, perwakilan perusahaan mengaku sudah berusaha. Dalam kesempatan itu, Head Community Development PT Multi Harapan Utama Muslim Gunawan pun memaparkan program-program ekonomi berkelanjutan mereka.
Ia menyebut program produk cokelat Lung Anai di Kutai Kartanegara sebagai salah satu inisiatif. Program ini mencakup bantuan untuk pemasaran hingga sertifikasi halal produk.
“Kami juga mengupayakan lahan pascatambang untuk mendukung ketahanan pangan,” katanya.
Muslim, yang juga Ketua Umum PPM Mineral dan Batu Bara Kaltim, menambahkan bahwa budidaya tanaman pakan sapi di lahan pascatambang berpotensi besar. Menurutnya, pemerintah memproyeksikan Kalimantan Timur sebagai pusat peternakan sapi dengan memanfaatkan lahan pascatambang.
Dana tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL)/Corporate Social Responsibility (CSR) pun cukup besar. Maka dari itu, Ketua Forum CSR Kaltim Yusan Triananda, Yusan mengingatkan, pola pikir perusahaan dalam menyalurkan CSR seharusnya tidak hanya sekadar memberi bantuan untuk acara kampung atau kegiatan seremonial lainnya. Sebaliknya, CSR perlu fokus pada pemberdayaan masyarakat.
“Forum CSR Kaltim berusaha menjembatani pemberi dan penerima dalam konteks pemberdayaan,” ujarnya.
Yusan menyampaikan bahwa peran perusahaan dalam transisi energi berkeadilan sangat penting. Perusahaan menjadi penggerak ekonomi, tetapi ketergantungan Kalimantan Timur pada energi fosil juga sangat besar.
“Di satu sisi, dunia mulai bergerak melakukan transisi energi berkeadilan. Maka, penyaluran CSR yang tepat dapat memberikan dampak berkelanjutan,” katanya. (Sirana.id)