Kutai Kartanegara, dikenal sebagai salah satu daerah kaya sumber daya alam. Selain hasil tambang dan perkebunan, sektor lain yang menjanjikan adalah budidaya sarang burung walet. Meski sudah ada sebagian masyarakat yang mengelola bisnis ini, potensi ekonominya dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.
Selain manfaat ekonomi, budidaya sarang walet juga dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sektor tambang yang sering kali merusak ekosistem. Sebab, syarat suatu wilayah potensial untuk sarang walet adalah ketersediaan makanan burung walet di sekitarnya. Wilayah persawahan dan bahkan hutan gambut, jadi salah satu tempat favorit sarang walet. Di beberapa wilayah di Kukar, sarang walet pun memacu masyarakatnya menjaga hutan. Seperti di Desa Muara Siran, Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
“Sarang walet dari Desa Muara Siran, disukai karena kualitasnya bagus,” kata Agus, warga Desa Muara Siran yang juga berbisnis sarang walet.
Dengan potensi besar ini, budidaya sarang walet di Kutai Kartanegara memiliki peluang menjadi salah satu penggerak ekonomi lokal di tengah transisi menuju ekonomi yang lebih beragam dan berkelanjutan. Pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa potensi ini tidak hanya menjadi peluang yang lewat begitu saja.
Sarang walet sendiri memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar lokal maupun internasional. Di pasar internasional, terutama di Tiongkok, harga sarang walet bisa mencapai puluhan juta rupiah per kilogram, tergantung pada kualitasnya. Dengan permintaan yang terus meningkat, budidaya sarang walet bisa menjadi alternatif ekonomi bagi masyarakat, terutama di wilayah pedesaan.
Namun, tantangan yang dihadapi peternak walet di Kutai Kartanegara adalah kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya yang benar, kebutuhan investasi awal yang besar untuk pembangunan rumah walet, serta minimnya akses pasar yang terorganisir. (Advertorial/Diskominfo Kukar)















