Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kena imbas upaya pemerintah melakukan efisiensi. Sebelumnya Komnas Perempuan dialokasikan anggaran sebesar Rp47,7 miliar. Setelah rekonstruksi efisiensi, pagu atau alokasi anggaran bagi Komnas Perempuan menjadi Rp28,9 miliar, untuk membiayai dua PPN, 5 Program Prioritas Lembaga (PPL) dan biaya pegawai. Turun sekitar Rp18,7 miliar.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII DPR RI di Jakarta. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mendorong Komisi XIII untuk mengawal efisiensi anggaran agar tidak menyebabkan berkurangnya kapasitas negara dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tanggung jawab negara pada Hak Asasi Manusia (HAM).
Komnas Perempuan berharap Komisi XIII berkenan mendukung usulan agar kontribusi efisiensi Komnas Perempuan berubah dari Rp18,7 miliar menjadi Rp12,6 miliar. Tak beda jauh dengan rencana biaya retreat untuk 503 kepala daerah pada 21-28 Februari di Magelang, Jawa Tengah, yang diperkirakan bakal menghabiskan Rp 11 miliar.
Komnas Perempuan selama ini bekerja dengan anggaran yang jauh kecil dari rentang tanggung jawab dan ekspektasi publik yang terus meningkat seiring dengan kebutuhan penanganan kasus dan pemulihan korban. Daya tanggap Komnas Perempuan dapat secara signifikan terdampak dari pengurangan anggaran Termasuk di dalamnya adalah untuk menjalankan Program Prioritas Nasional (PPN) yang diamanatkan kepadanya.
“Dengan pengurangan ini, daya penanganan kami dapat berkurang hingga 75% dan piloting project yang dimaksudkan dalam PPN SPPT PKKTP [Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan] tidak dapat kami laksanakan,” jelas Andy.
Selain SPPT PKKTP, Komnas Perempuan bertanggung jawab atas PPN Peningkatan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dengan Perspektif Kepulauan dan Inklusif di Era Digital. Sementara itu, 5 Program Prioritas Lembaga (PPL) Komnas Perempuan difokuskan pada peningkatan efektivitas pencegahan, penanganan kasus dan pemulihan korban, pendokumentasian, pelaporan, dan pemantauan rekomendasi.
“[Dengan efisiensi ini], Komnas Perempuan tahun ini kembali tidak dapat menyelenggarakan akomodasi layak untuk organisasi inklusif maupun tugas dari Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak,” lanjut Andy.
Jumlah anggaran Komnas Perempuan meningkat signifikan pada tahun 2024, dari Rp 23,8 miliar di tahun 2023 menjadi Rp 40 miliar di tahun 2024 dan Rp 47,7milyar di tahun 2025. “Ini karena di tahun 2024 kami mendapatkan penguatan kelembagaan dengan penambahan pegawai dari 45 menjadi 95 orang, yang tentunya meningkatkan belanja pegawai,” Andy menjelaskan. Sementara itu, efisiensi anggaran yang dilakukan berdampak pada pemotongan biaya operasional dan program.
“Namun, kami tentu tetap berupaya agar layanan Komnas Perempuan bisa berjalan dengan baik,” ungkap Andy.
Pengurangan daya tanggap Komnas Perempuan dikhawatirkan akan juga berpengaruh pada pencapaian agenda pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, khususnya dalam upaya transformasi sosial dan supremasi hukum, stabilitas dan kepemimpinan perempuan. Agenda ini berkait erat dengan Rencana Kerja Pemerintah 2025 dalam hal pengarusutamaan hak asasi manusia (HAM) dan pengarusutamaan gender.
“Kami juga berharap agar efisiensi yang dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga tidak mengurangi daya untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan,” pungkas Andy dalam paparannya tersebut. (Sirana.id)