Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indi Dharmayanti menyampaikan, penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia dan paling sering menyerang kelompok usia produktif. Sehingga, mortalitasnya berdampak pada peningkatan beban ekonomi dan sosial masyarakat.
“Data WHO menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Kematian di Indonesia akibat penyakit kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk per tahun, terdiri dari stroke yang menyebabkan 331.349 kematian, penyakit jantung koroner 245.343 kematian, dan penyakit jantung hipertensi 50.620 (Institute for Health Metrics and Evaluation, 2019),” ungkap Indi.
Menurut Indi, tingginya prevalensi kardiovaskuler di Indonesia disebabkan modified risk factor terkait gaya hidup yang tidak sehat.
Agar terhindar dari penyakit kardiovaskular, perlu menerapkan hidup sehat dengan perilaku CERDIK (Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres).
Dan jika sudah terjangkit penyakitnya, maka perlu perilaku PATUH (Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap diet dengan gizi seimbang, Upayakan aktivitas fisik dengan aman, dan Hindari asap rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya).
Hal senada diungkapkan Direktur SDM Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG) Ganda Raja Partogi Sinaga. Dia menyampaikan, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek medis, kebijakan, pembiayaan, dan aspek hasil penelitian.
Sementara Clinical Fellow, Department of Cardiovascular Medicine, National Cerebral and Cardiovascular Center, Osaka, Japan, Hilman Zulkifli Amin berbagi pengalaman pendekatan pencegahan pada penyakit jantung koroner berdasarkan perspektif dan pengalaman di Jepang.
“Jantung koroner merupakan penyakit yang mematikan dan dapat dicegah dengan medical checkup. Kemudian mengontrol faktor-faktor risiko, cek kesehatan secara berkala, hilangkan kebiasaan merokok, rajin aktivitas fisik atau olahraga, diet sehat dan seimbang, istirahat cukup dan kelola stres,” tutur Hilman.
Kolaborasi lintas sektor juga penting dilakukan untuk menciptakan pendekatan preventif yang efektif dan mengurangi anggaran akibat dari penyakit jantung koroner.
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Elvieda Sariwati mengemukakan, penyakit kardiovaskular merupakan beban kesehatan tertinggi pada kelompok usia dewasa dan lansia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan sejak dini untuk mengurangi dampak atau beban kesehatan yang lebih besar.
“Perlu melakukan penguatan strategi promosi kesehatan dalam pencegahan dan penanganan penyakit kardiovaskular dengan melibatkan stakeholder terkait, antara lain mitra pembangunan, akademisi, dunia usaha, komunitas dan lainnya,” pungkasnya. (sirana.id)