Menanganggapi pencabutan kartu identitas (ID) liputan Istana Presiden RI milik seorang jurnalis CNN Indonesia TV oleh pihak Sekretariat Presiden, Manajer Media Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, mengatakan: “Ini adalah contoh praktik otoriter negara dalam melakukan penyensoran terhadap segala informasi terkait kebijakan pemerintah yang bermasalah. Kami mengecam keras pembungkaman pers yang dilakukan oleh istana.
Serangan terhadap pers ini ironisnya dilakukan oleh institusi tinggi negara. Pencabutan kartu pers istana seorang wartawan dengan alasan bertanya ‘di luar konteks’ tidak bisa diterima ini termasuk pembungkaman pers. Jurnalis memiliki kewajiban profesional untuk menanyakan isu-isu yang menyangkut kepentingan publik, terutama ketika sudah ribuan anak sekolah melaporkan keracunan, diduga akibat program prioritas pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Tindakan sewenang-wenang reformasi ini mencederai semangat dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini menjamin independensi jurnalis dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan karena itu tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan Penerbitan.
Upaya membatasi wartawan untuk tidak menanyakan pertanyaan tertentu jelas merupakan bentuk sensor, yang bukan saja merusak kebebasan pers, tetapi juga mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan relevan.
Dari perspektif hak asasi manusia, pencabutan ID ini adalah upaya membungkam suara kritis. Jurnalis bekerja untuk memenuhi hak publik atas informasi. Represi seperti ini menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis dan berpotensi memperkuat praktik otoritarianisme.
Meskipun hari ini pihak istana telah mengembalikan ID liputan istana kepada jurnalis yang bersangkutan, tetap represi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Presiden harus bertanggung jawab atas peristiwa pencabutan ID liputan itu dan segera meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat sekaligus memastikan praktik represif tersebut tidak terulang lagi. Pemerintah wajib menghormati kerja jurnalis sebagai bagian dari kebebasan pers yang dilindungi undang-undang. Mengendalikan, mengontrol, dan melarang pertanyaan penting hanyalah langkah mundur bagi Indonesia.”
CNN Indonesia mengungkapkan bahwa Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden mencabut kartu identitas liputan Istana milik jurnalis CNN Indonesia TV, Diana Valencia. Ini terjadi setelah dia melontarkan pertanyaan mengenai masalah program MBG ke Presiden Prabowo Subianto yang diwawancarai para wartawan saat baru tiba di Jakarta dari hukum luar negeri pada Sabtu 27 September.
Latar Belakang
Informasi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengungkapkan ada instruksi untuk wartawan peliput istana agar tidak menanyakan masalah MBG kepada presiden. Diana memilih tetap bertanya sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai jurnalis kepada publik yang berhak mengetahui tentang pandangan presiden terkait ribuan siswa keracunan akibat MBG. Setelah peristiwa itu, pihak Biro Pers Istana melalui salah seorang stafnya menanyakan keberadaan Diana. Saat itu, Diana menjawab dirinya berada di kantor.
Sabtu malam, perwakilan Biro Pers Istana mendatangi kantor CNN Indonesia untuk mengambil kartu identitas liputan Istana yang digunakan Diana. Saat alasan ditanyai penarikan tersebut, pihak Biro Pers Istana menyebut “pertanyaan Diana tidak sesuai konteks.”
Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari, mengonfirmasi seorang staf BPMI Sekretariat Presiden datang ke Kantor CNN Indonesia untuk mengambil langsung kartu identitas Pers Istana milik Diana, yang membuat dia tidak bisa menjalankan tugas meliput langsung kegiatan atau agenda Presiden.
Sejumlah organisasi pun langsung mengkritik tindakan keras BPMI tersebut. Pada Senin siang (29/9), pihak BPMI akhirnya mengembalikan kartu identitas liputan wartawan Istana milik Diana setelah audiensi dengan jajaran redaksi CNN Indonesia dan maaf menanyakan atas pencabutan ID sebelumnya.
Pembatasan kerja-kerja jurnalis terkait permasalahan MBG ini bukan kali pertama terjadi. AJI Indonesia mencatat, sejumlah jurnalis di berbagai daerah di Semarang, Lombok Timur dan Sorong mengalami intimidasi dari aparat negara ketika meliput soal MBG. (sirana.id)
Baca Juga: Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi Sepekan Ini