Salah satu satwa yang hanya ditemukan di perairan Sungai Mahakam adalah Pesut Mahakam. Lumba-lumba air tawar, yang punya garis mulut seperti tersenyum. Namun, alih-alih ditemukan di Sungai Mahakam, Pesut Mahakam ini lebih sering ditemukan di anak-anak sungai Mahakam dan danau kaskade Mahakam di wilayah Mahakam Tengah. Sebab, kapal besar membuat mamalia ini menyingkir ke wilayah yang lebih sunyi dan lebih mudah mendapatkan ikan. “Rumah” pesut mahakam pun makin ke ujung dan menyempit.
Sayangnya, hidup sudah semakin ke ujung, tak garansi Pesut Mahakam bisa hidup lebih tenang. Ancaman masih di depan mata. Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK-RASI) yang mengupayakan konservasi hewan ini sejak awal abad milennium pun menemukan bagaimana lingkungan tak lagi benar-benar mendukung hidup Pesut Mahakam.
RASI pun, tiap pemantauan Pesut Mahakam, juga melakukan uji kualitas air di “rumah” pesut mahakam. Hasilnya beberapa lokasi ditemukan, kadar cemaran melebihi ambang batas. Beberapa di antaranya adalah cemaran kadmium atau logam berat.
Titik yang terdeteksi tercemar logam berat melebihi ambang batas pada pengambilan sampel April 2025 adalah Muara Kedang Kepala, Sungai Sabintulung, Muara Siran, Hilir Muhuran, Sangkuliman, Tanjung Halat, Hulu Sebemban, Batuq, Batuq Bumbun, Hilir Gunung Bayan, dan Kampung Baru Kubar.
Co-Founder YK RASI Danielle memaparkan, Pesut Mahakam diperkirakan tinggal 60 ekor. Jumlahnya terus menurun. Upaya terus dilakukan agar Pesut Mahakam terus bertambah. Misalnya, jika sebelumnya, kematian Pesut Mahakam banyak disebabkan langsung karena tersangkut jaring nelayan atau rengge, YK RASI pun membagikan alat akustik pinger yang akan membuat Pesut Mahakam menjauhi rengge.
“Kita sudah membagikan 252 akustik pinger ke 175 nelayan dari Juli 2021,” papar perempuan berdarah Belanda tersebut.
Hasilnya, mulai terlihat. Kasus kematian Pesut Mahakam akibat tersangkut rengge, mulai berkurang. Namun, ancaman lain masih menghantui. Dalam rilis Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak akhir 2024, mereka memaparkan sebab kematian lima pesut Mahakam pada 2024 itu. Dari lima, hanya satu yang disebabkan langsung oleh rengge. Empat lainnya disebabkan infantisida, juga penyakit akibat akumulasi toksik maupun mikroplastik.
Tetapi industri yang mengancam hidup Pesut Mahakam tak hanya tambang batu bara. Polusi dari perkebunan kelapa sawit dan sistem parit-parit yang langsung menghubung ke habitat Pesut dan mangsa serta sistem tanggul yang menghilangkan wilayah rawa yang penting untuk perkembangbiakan ikan juga sangat memperburuk kualitas air seperti ditemukan di Muara Pahu dan kini juga terungkap oleh nelayan terasa dampaknya di daerah Sungai Kedang Rantau-Muara Sebintulung di Kutai Kartanegara.
Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, hingga rencana pembukaan tambang pasir kuarsa di Kutai Kartanegara, juga jadi potensi ancaman baru. Rencananya, tambang pasir kuarsa ini akan ada di sekitar kawasan Kahala. Memang, Kahala bukan habitat utama Pesut Mahakam.
“Tetapi, Kahala adalah kawasan penyangga. Habitat ikan-ikan kecil dan sumber pakan pesut Mahakam,” pungkas Founder YK RASI Boediono. (sirana.id)
Baca juga: Habitat Terancam, Buat Pesut Mahakam Mati Sepanjang 2024