SETARA Institute menyayangkan maraknya peristiwa intoleransi yang terjadi akhir-akhir ini. Setengah tahun pada 2025 ini sudah diisi berbagai peristiwa intoleransi. Mulai dari pembatalan diskusi bedah buku soal Ahmadiyah di Manado, Penolakan pendirian gereja di Samarinda, hingga gangguan pendirian Masjid Al-Muhajirin di Tomohon. Sayangnya, pemerintah tidak berdiri mengatasi kasus intoleransi. Justru, turut andil.
Seperti yang terbaru adalah penyegelan masjid Istiqamah milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Tanjungsyukur Kota Banjar. Dalam rilis SETARA Institute, sebelumnya, pada Kamis 5 Juni 2025, Tim Penanganan yang diketuai oleh Kepala Kemenag Kota Banjar bersama sekitar 30 orang mendatangi Masjid Istiqamah, dengan maksud akan menyegel kembali masjid tersebut.
Lalu, Selasa 11 Juni 2025, Satpol PP, TNI, Polri, Kesbanpol, dan Kemenag mendatangi dan menyegel masjid tersebut dengan dalih menjaga kondisivitas warga dengan dasar Perwali No. 10 Tahun 2011 tentang Pembekuan Aktivitas JAI di Kota Banjar yang sudah pernah direkomendasikan oleh Kemenkumham RI untuk dicabut karena melanggar HAM.
Pada Tahun 2014, Masjid Istiqomah disegel. Sejak tahun tersebut JAI Kota Banjar harus beribadah secara sembunyi-sembunyi di rumah para anggota ditengah tekanan warga dan Pemerintah Kota. Bahkan tidak jauh dari Kota Banjar, ada beberapa masjid ahmadiyah yang disegel serupa hingga adapula masjid yang dihancurkan rata dengan tanah.
“Perwali No 10 Tahun 2011 merupakan kebijakan diskriminatif yang bersumber dari Pergub Jabar No. 12 Tahun 2011 dan SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008. Padahal, UUD 1945 Pasal 29 menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya. Pelarangan ini jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM yang serius dan penting menjadi perhatian bersama,” tulis SETARA dalam rilisnya.
Temuan SETARA Institute mencatat dari tahun 2007-2021 ada 588 Peristiwa Pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) terhadap JAI dari total keseluruhan rentang tahun tersebut sejumlah 2.929 Peristiwa KBB. Data terkini juga menyebutkan pada tahun 2024, ada 8 Peristiwa KBB terhadap JAI menjadi korban. Ironisnya, wilayah Jawa Barat masih menjadi zona merah KBB, menjadikan wilayah tertinggi sejumlah 38 Peristiwa pelanggaran KBB di Tahun 2024, tidak bergeser di posisi tertinggi pula pada tahun 2023.
Tren ini mengkhawatirkan, sesuai dengan temuan SETARA pada tahun 2024, di awal pemerintahan Prabowo, terjadi 260 peristiwa pelanggaran KBB dengan 402 peristiwa dengan 260 tindakan. Data ini menunjukkan peningkatan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
SETARA Institute mengecam tindakan diskriminasi dengan menyegel masjid JAI Kota Banjar oleh Pemkot Banjar. Tindakan diskriminatif dan pelanggaran KBB ini mengganggu stabilitas sosial politik serta mengganggu akselerasi pembangunan dan perwujudan Asta Cita Presiden Prabowo.
Untuk itu, SETARA mendesak Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi agar dengan cepat dan tanggap mengatasi polemik penyegelan masjid Istiqomah milik JAI Kota Banjar dan menjadikan pemajuan KBB di Jawa Barat sebagai agenda prioritas, dimana wilayah Jawa Barat masih merupakan zona merah pelanggaran KBB yang harus menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi yang harus segera diselesaikan.
Kedua, Presiden tidak boleh acuh tak acuh dan mesti memerintahkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait untuk menegakkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan meninjau ulang dan mencabut peraturan diskriminatif yang jelas melanggar UUD. (Sirana.id)