TENGGARONG – Tiap tahun, Festival Cenil diselenggarakan di Desa Kota Bangun III, Kutai Kartanegara. Festival ini bukan sekadar ajang kuliner, tetapi juga telah menjadi simbol kekuatan budaya lokal dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan pariwisata berbasis komunitas.
Festival yang telah menjadi agenda tahunan ini menampilkan aneka makanan tradisional, khususnya cenil, jajanan khas berbahan dasar tepung tapioka yang disajikan dengan parutan kelapa dan gula merah cair. Tidak hanya kuliner, pengunjung juga disuguhkan pertunjukan seni tari, musik tradisional, pameran kerajinan tangan, hingga workshop kreatif untuk anak-anak dan remaja.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata (Dispar) Kukar, Ridha Fatrianta, Festival Cenil merupakan salah satu contoh terbaik dari bagaimana potensi desa bisa dikemas menjadi daya tarik wisata yang berkelanjutan.
Dia pun sangat mengapresiasi Festival Cenil karena mampu menggerakkan berbagai lapisan masyarakat.
“Mulai dari ibu-ibu pengrajin kuliner, seniman lokal, hingga pelaku UMKM. Ini menjadi bukti bahwa semangat gotong royong masih sangat kuat di masyarakat kita,” tuturnya.
Antusiasme masyarakat terhadap festival ini pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak pengunjung yang datang dari kecamatan lain, bahkan dari luar Kukar, tertarik untuk merasakan atmosfer budaya yang kuat dan kehangatan sambutan warga desa. Keunikan ini menurut Dispar Kukar menjadi modal penting untuk memperkuat daya saing pariwisata lokal di tengah persaingan destinasi yang semakin ketat.
Dispar Kukar berharap Festival Cenil terus dikembangkan, tidak hanya dari sisi teknis acara, tetapi juga dari segi narasi dan branding sebagai ikon desa. Sebab, semakin kuat identitas festival ini, semakin besar peluang untuk menjadikannya destinasi budaya unggulan.
“Jika terus dikembangkan secara konsisten dan inovatif, Festival Cenil berpotensi menjadi event unggulan tingkat kabupaten. Kuncinya ada di penguatan kualitas penyelenggaraan, kolaborasi lintas sektor, dan promosi yang lebih masif,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyebut kegiatan ini juga mendorong penguatan ekonomi kreatif desa. Dengan meningkatnya kunjungan wisata, pelaku UMKM, pengrajin, hingga penyedia jasa lokal mendapatkan dampak ekonomi yang nyata. Hal ini sejalan dengan strategi jangka panjang Dispar Kukar dalam membangun pariwisata inklusif dan berkelanjutan. (Advertorial/Dinas Pariwisata Kukar)