NASIB baik tak benar-benar berpihak pada petani. Mereka yang memastikan makanan diproduksi harus diterpa berbagai soal. Dari konflik agraria, modal minim, harga juga rendah, atau harga pupuk yang tak terbeli. Kondisi petani yang makin terkucilkan, terlihat pada data bagaimana luas lahan sawah menurun dan jumlah petani gurem yang meningkat.
Petani gurem adalah petani yang memliki lahan di bawah setengah hektare. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 62% petani Indonesia berstatus gurem dengan lahan di bawah setengah hektare. Angka ini naik dalam satu dekade terakhir, dari 14,62 juta rumah tangga tani gurem pada 2013 menjadi 17,24 juta pada 2023.
Data dari BPS di Kalimantan Timur pada 2023 ada 178,5 ribu petani dan 47,2 ribu berstatus petani gurem. Sedangkan, luas panen padi di Kalimantan Timur pada 2023 hanya ada 57 ribu hektare. Sementara, lima tahun sebelumnya atau pada 2018, luas panen padi di angka 65 ribu hektare. Hal ini berdampak pada produksi beras di Kalimantan Timur. Kaltim pada 2024 misalnya hanya bisa menghasilkan 145 ribu ton. Padahal, kebutuhan provinsi ini setidaknya sekitar 350 ribu ton per tahun. Luas panen padi ini, jauh di bawah luas kebun sawit ataupun pertambangan di Kaltim. Sementara kasus konflik lahan antara petani dengan perusahaan juga kerap terjadi.
Benny Wijaya, Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), mengingatkan bahwa dalam lima tahun terakhir (2019–2024) terjadi penurunan luas baku sawah hingga 79 ribu hektare. Konversi lahan serta konflik agraria terus meningkat akibat pembangunan infrastruktur, perumahan, hingga ekspansi perkebunan sawit dan pertambangan.
Kondisi ini makin memperburuk nasib petani. Ketergantungan berlebihan pada beras terbukti menciptakan kerentanan. Pangan lokal, laut, dan hutan seharusnya menjadi tumpuan baru. Pemerintah perlu mendorong kedaulatan pangan berbasis potensi lokal, bukan sekadar mengejar surplus beras di atas kertas.
“Kedaulatan pangan hanya bisa terwujud jika tanah kembali ke tangan petani, pangan lokal diberi tempat, dan kebijakan tidak lagi terpusat pada beras,” tegas Benny.
Sementara, untuk di Kalimantan Timur yang masih punya angan-angan swasembada beras meskipun lahan pertanian selalu menyusut, Pemerintah Provinsi berharap dengan memaksimalkan saja lahan sawah yang ada. Sehingga, cita-cita swasembada beras Kaltim masih bisa dicapai.
“Langkah yang kita lakukan antara lain memberikan subsidi pupuk bekerja sama dengan Pupuk Kaltim serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian agar membantu menghadirkan peralatan pertanian modern di Kaltim,” kata Wagub Kaltim Seno Aji saat panen raya padi bersama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mangkurawang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Rabu (10/9/2025). (sirana.id)