Penurunan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia menjadi sorotan utama dalam Economic Outlook 2025 yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2024. Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Zamroni Salim, mencatat jumlah kelas menengah turun 18,8 persen dalam beberapa tahun terakhir, dari 57,33 juta menjadi 48,27 juta.
Penurunan ini, kata Zamroni, berdampak langsung pada daya beli, konsumsi domestik, hingga stabilitas ekonomi nasional. “Kelas menengah menghadapi tekanan berat akibat kenaikan tarif pajak penghasilan, pungutan seperti TAPERA, dan cukai makanan dan minuman berpemanis,” ujarnya.
Kondisi itu turut memukul konsumsi domestik yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Penurunan daya beli kelas menengah, menurut Zamroni, membuat pertumbuhan sektor produksi tersendat dan menghambat penciptaan lapangan kerja baru.
“Efek domino juga dirasakan sektor manufaktur dan jasa yang bergantung pada konsumsi kelas menengah,” kata dia.Untuk mengatasi masalah ini, Zamroni menyarankan pemerintah meninjau ulang kebijakan yang dinilai memberatkan kelas menengah. Ia mengusulkan pengurangan beban pajak dan pemberian insentif ekonomi.
“Subsidi energi atau program sosial yang lebih inklusif dapat membantu memulihkan daya beli masyarakat kelas menengah,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya investasi berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja di sektor strategis seperti manufaktur dan teknologi.
“Investasi dengan efek pengganda tinggi, seperti di sektor tekstil, makanan, dan industri berbasis teknologi, harus menjadi prioritas,” tegas Zamroni.
Zamroni menambahkan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan kesehatan juga perlu menjadi perhatian utama.
“Dengan kualitas SDM yang lebih baik, kelas menengah dapat tumbuh kembali dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian,” ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti perlunya perhatian khusus untuk daerah dengan indeks pembangunan manusia (IPM) rendah, seperti Papua, Maluku, dan Kalimantan Selatan.
“Pemerintah harus memastikan akses ekonomi dan peningkatan kualitas hidup di wilayah tertinggal,” katanya.
Melalui kombinasi kebijakan yang mendukung kelas menengah dan investasi strategis, Zamroni optimistis stabilitas kelas menengah sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia bisa kembali terjaga.
“Kelas menengah adalah jantung ekonomi kita. Jika mereka kuat, ekonomi kita pun kuat,” pungkasnya. (Sirana.id)