Jakarta, 3 November 2025 – Langkah besar untuk kesetaraan gender di gedung parlemen akhirnya terwujud. Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengeluarkan putusan yang mewajibkan setiap pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) memenuhi kuota minimal 30% keterwakilan perempuan. Putusan bersejarah ini disambut gembira oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebagai terobosan penting menuju demokrasi yang lebih inklusif.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menyatakan bahwa putusan ini bukan sekadar tentang memenuhi angka semata. “Ini adalah tentang memastikan bahwa suara, perspektif, dan pengalaman perempuan benar-benar hadir dalam setiap proses pengambilan keputusan strategis di parlemen. Keterwakilan perempuan di level pimpinan akan membawa warna yang berbeda dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat,” tegasnya.
Putusan MK ini datang pada waktu yang tepat. Data terbaru Kemen PPPA per September 2025 mengungkap fakta memprihatinkan tentang komposisi pimpinan dewan. Dari sebelas komisi di DPR, lima di antaranya masih sama sekali tidak memiliki pimpinan perempuan, termasuk Komisi VIII yang justru membidangi urusan perempuan dan perlindungan anak. Sementara itu, Komisi I yang menangani pertahanan, Komisi II yang mengurusi pemerintahan, Komisi V untuk infrastruktur, dan Komisi XI yang mengelola keuangan, juga masih didominasi oleh pimpinan laki-laki.
“Kondisi ini sangat ironis. Bagaimana mungkin komisi yang membidangi urusan perempuan justru tidak memiliki pimpinan perempuan? Hal semacam ini yang berpotensi menghilangkan perspektif penting dalam pembuatan kebijakan,” ungkap Menteri Arifah.
Ia menekankan bahwa ketiadaan perempuan di posisi strategis dapat berdampak pada kebijakan yang kurang sensitif gender. Padahal, dengan jumlah penduduk perempuan Indonesia yang hampir setara dengan laki-laki, partisipasi penuh perempuan dalam politik menjadi syarat mutlak untuk pembangunan yang berkeadilan.
Sebagai langkah tindak lanjut, Kemen PPPA akan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan implementasi putusan ini berjalan optimal. “Kami akan bekerja sama dengan lembaga legislatif, partai politik, dan organisasi masyarakat untuk mengawal terwujudnya keterwakilan perempuan minimal 30% di semua pimpinan AKD. Ini adalah komitmen kita bersama untuk menciptakan kesetaraan gender yang substantif,” pungkas Menteri Arifah.
Putusan MK ini diharapkan dapat mengakhiri praktik domestikasi perempuan di komisi-komisi tertentu saja, sekaligus membuka ruang yang lebih luas bagi perempuan untuk berperan di berbagai bidang strategis pembangunan nasional. (Sirana.id)
Baca juga: Jumlah Polwan Sedikit, Tak Banyak Tempat untuk Perempuan di Kepolisian RI












