Samarinda – Sepanjang 2024, lima Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) dilaporkan mati di wilayah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Spesies mamalia air tawar endemik ini kini menghadapi ancaman serius akibat degradasi habitat dan aktivitas manusia. Dengan populasi kurang dari 67 individu berdasarkan data survei 2023, kondisi Pesut Mahakam semakin kritis.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur bersama BPSPL Pontianak, Universitas Mulawarman, dan Yayasan RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) melakukan analisis nekropsi pada lima kasus kematian pesut. Hasilnya mengungkap berbagai faktor penyebab, mulai dari penyakit, paparan zat kimia, hingga aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
Kasus Kematian Pesut di 2024:
1. ‘Four’ – Pesut jantan dewasa ditemukan mati di Muara Kaman, 21 Februari. Nekropsi menunjukkan penyebab kematian adalah penyakit pernapasan dan ginjal akibat usia lanjut. Mikroplastik ditemukan di lambung dan ususnya.
2. ‘Angel’ – Pesut betina ditemukan di Tenggarong, 2 April, dalam kondisi pembusukan lanjut. Diduga mati akibat tersangkut jaring ikan.
3. ‘Rexy’ – Pesut jantan yang ditemukan di Muara Muntai, 28 April, mati akibat akumulasi bahan toksik dalam tubuhnya.
4. ‘Samarinda’ – Pesut jantan dewasa ditemukan mati di Kota Samarinda, 21 Juni. Nekropsi mengungkap gagal jantung dan ginjal sebagai penyebab utama, dipicu paparan zat kimia.
5. ‘Pela’ – Bayi pesut betina ditemukan di Kota Bangun, 12 Juli. Diduga mati karena infantisida oleh pesut lain dan penyakit organ vital seperti ginjal, hati, dan paru-paru.
Syarif Iwan Taruna Alkadrie, Kepala BPSPL Pontianak, menyoroti besarnya tekanan terhadap habitat pesut.
“Pesut Mahakam menghadapi ancaman dari alat tangkap tidak ramah lingkungan, pencemaran mikroplastik, hingga paparan zat kimia berbahaya,” ujarnya, Rabu, 4 Desember 2024.
Habitat utama pesut di Kawasan Konservasi Nasional Perairan Mahakam Wilayah Hulu, dengan luas 42.667 hektar, kini menjadi fokus perlindungan. Namun, langkah konservasi dinilai perlu ditingkatkan melalui pengawasan lebih ketat, penegakan hukum, dan edukasi masyarakat.
Pencemaran mikroplastik dan logam berat menjadi perhatian utama dalam analisis nekropsi. Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak genetik dan kesehatan populasi pesut.
Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, LSM, dan masyarakat lokal dinilai penting untuk melindungi pesut dari kepunahan. “Hasil analisis ini menjadi pengingat bahwa perlindungan spesies ini harus menjadi prioritas bersama,” kata Syarif.
Pesut Mahakam, yang menjadi ikon ekosistem Sungai Mahakam, kini membutuhkan tindakan nyata untuk memastikan keberlanjutan hidupnya. (Sirana.id)