TENGGARONG – Berada di kawasan Delta Mahakam, Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik. Pemerintah desa setempat pun melakukan inisiatif menjalin komunikasi dan kerja sama untuk mengembangkan destinasi wisata berbasis alam dan konservasi.
Menanggapi potensi tersebut, Plt. Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kutai Kartanegara (Kukar), Arianto, menyampaikan dukungan dari dinasnya terhadap upaya pengembangan wisata di desa-desa, termasuk Desa Saliki, dengan catatan harus didasarkan pada kajian yang matang dan perencanaan yang realistis.
“Saya sampaikan ke desa-desa dan kelurahan-kelurahan, serta masyarakat yang ingin mengembangkan potensi wisata, silakan dibuat dan didesain. Kami dari Dinas Pariwisata siap mendukung selama kajian prospek wisata sudah dilakukan secara menyeluruh. Jangan hanya berdasarkan keinginan, tetapi harus dipastikan secara logis dapat direncanakan dan dikembangkan,” jelasnya.
Menurutnya, keberhasilan pengembangan destinasi wisata sangat bergantung pada sinkronisasi antara pemerintah desa atau kelurahan dengan instansi teknis terkait, termasuk pengelola kawasan hutan seperti KPHP.
“Kita tidak boleh memaksa mengembangkan wisata kalau tidak sesuai ketentuan. Misalnya, kalau kawasan itu masuk dalam wilayah KPHP, kita harus lihat dulu apakah diperbolehkan dijadikan kawasan wisata. Jika boleh, tentu kita dorong, tapi kalau tidak, jangan dipaksakan. Pasti ada alasan-alasan dari pihak berwenang untuk tidak memperbolehkan, dan pemerintah desa juga harus mendalami itu,” tegasnya.
Arianto menekankan pentingnya melakukan kajian mendalam dan diskusi lintas lembaga sebelum merencanakan pengembangan wisata. Hal ini untuk menghindari potensi konflik dan memastikan bahwa pengembangan wisata bisa berjalan selaras dengan konservasi lingkungan dan program pemerintah yang sudah ada.
Ia mencontohkan, sebuah lokasi yang tampak ideal untuk wisata bisa saja dalam kajiannya tidak memenuhi syarat, baik dari sisi keamanan maupun kelestarian lingkungan. Selain itu, lokasi tersebut mungkin telah digunakan untuk program tertentu oleh pemilik atau pengelola lahan. Karena itu, perlu dilakukan sinkronisasi dan koordinasi, agar pengembangan tidak dilakukan secara sepihak.
Lebih lanjut, Arianto menjelaskan perencanaan pengembangan wisata harus melalui analisis yang mencakup aspek legalitas, manfaat, dan dampak yang akan ditimbulkan. Dinas Pariwisata selalu berupaya melakukan koordinasi dengan pihak pengelola kawasan hutan dan pemerintah provinsi agar setiap langkah yang diambil sesuai regulasi yang berlaku.
“Kalau terkait kawasan KPHP, itu ada kewenangan pihak kehutanan yang harus kita tanyakan dulu. Kita tidak boleh asal minta tanpa diskusi. Jika memang diperbolehkan, kita lihat manfaat dan dampaknya, serta regulasi yang mengatur,” pungkasnya. (Adv/Dinas Pariwisata Kukar)