Jakarta – Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PRSPBPDH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nugroho Adi Sasongko, menyatakan bahwa perdagangan karbon menjadi salah satu strategi penting dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Strategi ini, menurut Nugroho, tidak hanya mendukung tujuan Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menghadapi perubahan iklim, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru.
“Langkah ini tidak hanya menjadi solusi untuk menekan emisi, tetapi juga dapat mendorong inovasi dan investasi dalam teknologi ramah lingkungan,” ujar Nugroho dalam acara Sosialisasi Perdagangan Karbon Indonesia yang digelar Senin, 13 Januari 2025, seperti dilansir dari laman BRIN.
Nugroho mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah tantangan global yang mendesak. Dampaknya sudah terasa, mulai dari peningkatan suhu bumi hingga anomali cuaca di berbagai belahan dunia. Komunitas internasional telah sepakat untuk mengambil langkah-langkah konkret menekan kenaikan suhu bumi hingga maksimal 1,5 derajat Celsius, sebagaimana tertuang dalam Paris Agreement yang disepakati pada COP 21 di Paris. Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89 persen hingga 43,20 persen pada tahun 2030 dibandingkan skenario Business as Usual (BAU) melalui program Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Dalam acara tersebut, BRIN bekerja sama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memperkenalkan platform perdagangan karbon IDXCarbon. Platform ini diharapkan dapat mempermudah transaksi karbon di Indonesia, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam carbon trade di pasar internasional.
Senior Analyst Pengembangan Karbon Trading BEI, Parlin Octavian Waldemar Tambunan, menjelaskan bahwa IDXCarbon merupakan infrastruktur carbon trade yang telah dirancang dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan kemudahan akses. Platform ini berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan integritas transaksi karbon.
“IDXCarbon dirancang untuk memberikan solusi perdagangan karbon yang berkualitas tinggi dengan keamanan terbaik dan akses yang mudah bagi pelaku usaha, baik di tingkat nasional maupun internasional,” jelas Parlin.
Edwin Hartanto dari IDXCarbon menambahkan bahwa perdagangan karbon memiliki karakteristik unik dibandingkan komoditas lain seperti batu bara atau emas. Menurut Edwin, setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam memandang karbon sebagai aset perdagangan, sehingga diperlukan diskusi mendalam untuk mencapai kesepahaman.
“Kami berharap diskusi ini dapat membantu pelaku usaha memahami regulasi perdagangan karbon sekaligus mendorong pengakuan internasional terhadap sistem perdagangan karbon Indonesia,” ungkap Edwin. (sirana.id)