Jakarta, 16 Oktober 2025 – Dalam peringatan Hari Pangan Sedunia tahun 2025, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menekankan pentingnya upaya bersama dan kolaboratif untuk mewujudkan sistem pangan yang sehat, berkelanjutan, dan tangguh di Indonesia. Peringatan yang diadakan setiap tanggal 16 Oktober ini mengusung tema global ‘Bergandengan Tangan untuk Pangan dan Masa Depan yang Lebih Baik’.
FAO memberikan apresiasi atas komitmen kuat yang ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan dan memajukan transformasi sistem pangan menuju arah pembangunan yang berkelanjutan. Indonesia juga aktif berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan negara-negara lain yang sedang menjalani proses transformasi serupa. Berkat kerja sama dengan jutaan petani skala kecil, Indonesia telah berhasil mencatatkan peningkatan produksi untuk beberapa komoditas pokok, seperti bera,s. Selain itu, terjadi penurunan angka prevalensi kerawanan pangan sedang atau berat, dari 5,12% pada tahun 2020 menjadi 4,02% pada tahun 2024, berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Meski demikian, tantangan dalam bidang pangan dan gizi masih tetap ada. Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan, yang mengacu pada kondisi kurangnya asupan energi, masih mengalami fluktuasi. Angka ini sempat meningkat menjadi 10,21% pada tahun 2022, sebelum akhirnya turun menjadi 8,27% pada tahun 2024. Namun, angka terbaru ini masih berada di atas target nasional sebesar 5% yang ingin dicapai pada tahun 2024, sesuai dengan yang ditetapkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Indonesia.
Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste, menyoroti momentum yang dimiliki Indonesia. “Komitmen kuat Indonesia terhadap ketahanan pangan menawarkan peluang yang sangat baik untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor di seluruh sistem agripangan. Selain terus berupaya meningkatkan produksi, hal yang tidak kalah pentingnya adalah memastikan bahwa setiap warga Indonesia memiliki akses yang rutin dan terjangkau terhadap pangan berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup, untuk menunjang kehidupan yang aktif dan sehat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rajendra menambahkan, “Upaya mengatasi ketidakcukupan konsumsi pangan diharapkan dapat mendongkrak produktivitas dan kapasitas penghasilan masyarakat Indonesia, serta pada akhirnya berkontribusi pada pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan. Ini sejalan dengan visi besar Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.”
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah tingginya biaya untuk menerapkan pola makan sehat, suatu tren yang terjadi baik secara global maupun di Indonesia. Laporan FAO berjudul “The State of Food Security and Nutrition in the World 2025” memperkirakan bahwa biaya pola makan sehat di Indonesia mencapai USD 4,75 per kapita per hari. Angka ini bahkan lebih tinggi daripada rata-rata biaya di negara-negara berpenghasilan tinggi, yang sebesar USD 4,22. Kondisi ini mengakibatkan pola makan sehat menjadi tidak terjangkau bagi sekitar 43,5% populasi Indonesia, atau setara dengan 123 juta jiwa.
Rajendra menjelaskan, “Pola makan sehat adalah pola makan yang cukup, beragam, seimbang, dan moderat. Pola makan seperti ini memastikan setiap individu menerima nutrisi yang dibutuhkan tubuh, sekaligus menghindari konsumsi berlebihan yang dapat berbahaya. Untuk memperluas akses masyarakat terhadap pola makan semacam ini, transformasi mendalam dalam cara kita memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi pangan mutlak diperlukan. Transformasi ini tidak mungkin terwujud tanpa peningkatan investasi dan kemitraan yang kuat, yang melampaui batas-batas sektor, pemerintahan, generasi, dan komunitas.”
Besaran investasi yang dibutuhkan untuk mendorong transformasi ini sangat signifikan. Di tingkat global, diperkirakan diperlukan dana antara USD 320 hingga USD 350 miliar per tahun. Sementara untuk konteks Indonesia, transformasi sistem pangan membutuhkan investasi sekitar USD 60 hingga USD 245 miliar hingga tahun 2030.
Mendesaknya transformasi ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sistem agripangan saat ini menimbulkan biaya tersembunyi yang sangat besar pada tiga aspek: kesehatan, lingkungan, dan sosial. Laporan ”The State of Food and Agriculture 2024” mengungkap bahwa biaya tersembunyi global mencapai $12 triliun per tahun. Sebagian besar biaya ini, berasal dari pola makan yang tidak sehat yang berkontribusi pada meningkatnya kasus penyakit tidak menular (PTM) yang mengkhawatirkan, seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
Di Indonesia, total biaya tersembunyi ini mencapai USD 319 miliar. Rinciannya, USD 225 miliar merupakan risiko kesehatan yang terkait dengan pola makan tidak sehat dan PTM, diikuti oleh biaya lingkungan sebesar USD 155 miliar yang bersumber dari emisi gas rumah kaca, perubahan tata guna lahan, dan pelepasan nitrogen. Terakhir, biaya sosial tersembunyi mencapai USD 12 miliar, yang muncul dari masalah kemiskinan di kalangan pekerja sektor agripangan dan ketidakcukupan konsumsi pangan.
Rajendra menutup dengan optimisme, “Arah kebijakan Indonesia yang berfokus pada pengembangan ekoregion dan pemanfaatan sumber daya lokal, dengan mendukung diversifikasi baik dalam produksi maupun konsumsi pangan—termasuk melalui pemanfaatan pangan akuatik—telah meletakkan fondasi yang kuat untuk membangun masa depan ketahanan pangan yang inklusif. Bersama-sama dengan seluruh mitra, FAO berkomitmen penuh untuk mendukung Indonesia mewujudkan empat pilar yang lebih baik: produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyatnya.”
Tentang FAO dan Peringatan 80 Tahun
Peringatan Hari Pangan Sedunia tahun ini sekaligus menandai 80 tahun usia FAO. Sebagai badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, FAO telah memimpin upaya internasional dalam memberantas kelaparan. Bersama dengan banyak mitra, FAO bekerja di lebih dari 130 negara untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi semua dan memastikan setiap orang memiliki akses rutin terhadap pangan berkualitas tinggi yang cukup untuk hidup aktif dan sehat.
Indonesia sendiri telah menjadi anggota FAO sejak tahun 1948, dan kantor perwakilan FAO di Indonesia secara resmi berdiri pada tahun 1978. Sejak saat itu, lebih dari 650 proyek dan program telah dilaksanakan dalam kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia untuk mendukung transformasi sistem pertanian-pangan negara.
Sebagai bagian dari perayaan 8 dekade kolaborasi dan Hari Pangan Sedunia, FAO menyelenggarakan pameran foto di Perpustakaan Jakarta di kawasan Cikini. Pameran ini menampilkan koleksi foto yang merekam perjalanan dukungan FAO, mulai dari masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, proses pemulihan Aceh pasca tsunami 2004, hingga berbagai capaian hingga saat ini. Pameran ini terbuka untuk umum secara gratis dari tanggal 11 hingga 19 Oktober 2025. (Sirana.id)