Samarinda – Ketimpangan gender di Kaltim meningkat dan masih jadi pekerjaan rumah. Hal ini menunjukkan Perempuan di Kalimantan Timur, belum mendapatkan kesejahteraan reproduksi, hingga peluang yang setara dengan laki-laki. Mulai dari urusan pendidikan, hingga pekerjaan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur menyebut rata-rata lama sekolah (RLS) perempuan di Kalimantan Timur tertinggal dibandingkan laki-laki. Pada 2024, RLS laki-laki di Kaltim adalah 10,29 tahun. Sedangkan, RLS perempuan di Kaltim ada di angka 9,82 tahun. Capaian RLS perempuan ini, tak lebih baik dari RLS laki-laki pada 2018 yang berada di angka 9,86 tahun. (lihat selengkapnya dalam grafis di bawah)
Sementara itu, saat ini Indeks Ketimpangan Gender (IKG) juga memburuk. Masih mengutip data BPS Kaltim, IKG Kaltim pada 2024 mencapai 0,441 naik 0,027 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan IKG ini, artinya penurunan kesetaraan gender. Dalam rilis BPS, turunnya kesetaraan gender ini disebabkan adanya penurunan capaian kesehatan reproduksi yang dipengaruhi sedikit oleh peningkatan perempuan kurang dari 20 tahun yang melahirkan. Selain itu, penurunan persentase anggota legislatif perempuan juga jadi pemengaruh penurunan dimensi pemberdayaan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kaltim Sri Wahyuni pun mengusulkan pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pembangunan Gender untuk membantu penanganan ketimpangan gender di Benua Etam. Pokja ini akan diisi personel lintas sektor agar rekomendasi kebijakan dan program pembangunan lebih fokus dan tepat sasaran.
Langkah selanjutnya adalah menyiapkan rencana aksi. Dari sini akan jelas, setiap OPD terkait akan mengerjakan apa dalam program kerja mereka. Pokja nantinya akan terbagi dalam beberapa tim dan setiap tim harus menyiapkan rencana aksi yang didukung dengan rencana kerja anggaran (RKA). Ke depan, Pemprov Kaltim juga akan melakukan intervensi ke daerah-daerah untuk pembangunan gender ini. Skor IPG dan IKG masing-masing daerah akan menjadi pertimbangan.
“Jadi kabupaten mana, treatment-nya apa? Dan kota apa, treatment-nya apa? Siapa yang paling dominan berdasarkan data ini. Jadi target dan lokusnya jelas,” kata Sekda Sri Wahyuni pada Diseminasi Hasil Survei Indikator Pendukung IPM, IPG, IDG dan IKG di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis 18 September 2025.
Pokja ini harus menyusun rencana aksi dengan target jelas, berdasarkan data ketimpangan di tiap kabupaten/kota. Selain Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum juga memiliki peran penting. Misal terkait akses jalan menuju fasilitas kesehatan pertama dan sekolah.
“Program Gratispol menyentuh pelajar yang usia sekolah, nah bagaimana dengan yang bukan usia sekolah. Mungkin program paket-paket itu bisa kita buka lagi. Dengan rencana aksi yang jelas, kita bisa memastikan intervensi tepat sasaran. Tidak lagi sekadar berdasarkan keinginan penyusun program, tapi berbasis data kesenjangan nyata,” pungkasnya. (ffy/sirana.id)