TENGGARONG – Pemerintah Desa Loa Pari, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), terus mencari solusi konkret untuk mengatasi persoalan sampah yang masih menjadi pekerjaan rumah besar. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembangunan bank sampah desa guna mengoptimalkan pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Kepala Desa Loa Pari, I Ketut Sudiyatmika, mengakui bahwa meskipun pelayanan truk pengangkut sampah dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kukar telah membaik dalam setahun terakhir, kendala utama masih terletak pada ketiadaan lahan untuk bank sampah.
“Kalau truk DLHK datang itu biasanya seminggu sekali. Kalau sampai telat, sampah sudah numpuk dan masyarakat mulai protes. Tapi alhamdulillah setahun ini lumayan lancar, meski kadang terlambat juga,” ujar Ketut belum lama ini.
Ia menjelaskan bahwa konsep bank sampah sebenarnya sudah pernah berjalan di desa tersebut pada 2015 dan sempat memberikan manfaat besar bagi warga. “Dulu ada warga yang sampai bisa menyekolahkan anaknya dari hasil tabungan sampah. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang menjemput,” katanya.
Ketut menyatakan kesiapan Pemdes Loa Pari untuk menghidupkan kembali sistem bank sampah, namun terkendala lahan. Dibutuhkan setidaknya setengah hingga satu hektare lahan strategis yang tidak terlalu dekat dengan permukiman warga.
“Lahan harus dibebaskan. Kita tidak punya aset desa untuk itu. Kalau ada, kita bisa bangun workshop, kantor kecil, dan fasilitas pendukung,” jelasnya.
Menurut Ketut, keberadaan bank sampah akan sangat membantu dalam mengurangi volume sampah rumah tangga. Masyarakat dapat memilih untuk menabung hasil penjualan sampah atau mencairkannya secara tunai. Selain itu, sistem pemilahan sampah akan mempermudah proses pengangkutan oleh DLHK.
“Kalau kita punya bank sampah, tinggal pilah saja. Yang bisa dijual, dijual. Yang tidak bisa, baru diangkut truk. Bisa kerja sama juga dengan DLHK. Tapi sekarang, karena belum ada tempatnya, masyarakat di daerah atas sering terpaksa bakar sampah atau, lebih parah lagi, buang ke sungai kecil di belakang,” ujar Ketut.
Ia berharap adanya dukungan dari pemerintah daerah, termasuk kebijakan yang dapat mempercepat pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah. Untuk jangka pendek, Ketut meminta DLHK meningkatkan keteraturan jadwal pengangkutan, sementara desa akan terus mencari solusi terkait lahan dan pembiayaan.
“Kami sebenarnya mau jemput bola. Tapi masih harus pikirkan detail penganggaran dan operasionalnya. Yang jelas, sampah ini masalah serius hampir di semua desa,” tutupnya. (Adv/DPMD Kukar)