TENGGARONG – Festival Kampung Telihan yang rutin diselenggarakan di Desa Kayu Batu, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), kini tengah menghadapi tantangan identitas. Salah satu daya tarik utama festival ini, yakni jembatan ulin yang menjadi ciri khas kampung Telihan, kini perlahan mulai menghilang dari lanskap asli desa.
Plt. Kepala Dinas Pariwisata Kukar, Arianto, mengungkapkan perubahan pada infrastruktur kampung mulai berdampak pada esensi dan nilai budaya yang hendak diangkat dalam festival. “Salah satu kekhawatiran kami adalah jembatan ulin yang menjadi simbol kampung Telihan kini telah banyak dicor atau disemen. Ini tentu mengurangi nilai sakral dari tema utama festival, yang seharusnya merepresentasikan kampung-kampung air di Muara Muntai,” ujarnya.
Festival Kampung Telihan dikenal sebagai ajang pelestarian budaya yang melibatkan lima desa di Kecamatan Muara Muntai. Namun menurut Arianto, eksistensi kampung Telihan kini mulai memudar. Hal itu diperoleh setelah pihaknya melakukan koordinasi langsung dengan camat dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
“Ini menjadi alarm bagi kita semua, karena ketika lokasi yang menjadi ikon festival mulai ditinggal dan berubah bentuk, maka nilai keasliannya juga ikut memudar,” jelasnya.
Perubahan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai relevansi tema festival jika tetap mempertahankan nama dan citra Kampung Telihan tanpa didukung kondisi lapangan yang sesuai. Pengunjung yang datang dengan harapan melihat keunikan jembatan ulin khas Muara Muntai berpotensi merasa kecewa jika yang ditemui justru infrastruktur permanen yang menghapus identitas lama.
Kendati menyampaikan kritik dan catatan, Arianto menegaskan Dispar Kukar tetap mendukung penuh pelaksanaan festival, selama ada penyesuaian dan penyegaran konsep yang mampu menyesuaikan dengan kondisi terkini.
“Kalau festival ini tetap akan dilaksanakan, kami tetap siap mendukung sepenuhnya. Namun perlu ada evaluasi yang jujur apakah temanya masih sesuai, dan apakah substansi acaranya masih menggambarkan kekuatan budaya lokal yang ingin kita tampilkan?” ujarnya.
Ia mendorong agar penyelenggara mulai memikirkan pendekatan baru yang tidak hanya berfokus pada elemen fisik seperti jembatan, tapi juga menggali kekayaan lain seperti tradisi, musik, cerita rakyat, kuliner, dan kesenian khas masyarakat setempat yang masih lestari.
Festival Kampung Telihan tetap memiliki potensi besar untuk menjadi ikon budaya Kukar, asalkan mampu beradaptasi dengan bijak. Perubahan tidak harus menjadi ancaman jika disikapi dengan langkah kreatif dan konstruktif.
“Kami berharap ke depan penyelenggaraan festival dapat lebih menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan, tanpa mengurangi semangat pelestarian budaya yang menjadi tujuannya,” tutupnya. (Adv/Dinas pariwisata Kukar)