SAMARINDA – Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan peningkatan signifikan produksi sampah plastik di Kaltim. Dari total timbulan sampah sebesar 850 ribu ton, 19,3 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Angka ini mengalami kenaikan dari tren sebelumnya yang berada di angka 16 persen.
“Kita tidak bisa lagi hanya berpegang pada paradigma lama, yaitu kumpul, angkut, lalu buang ke TPA, yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita melakukan pengurangan sampah plastik dari sumbernya, mencegah plastik agar tidak banyak terbuang.” terang Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) DLH Kaltim , Rina Juliati saat menjadi pembicara terkait upaya pengurangan sampah plastik di masyarakat, Senin (16/6)2025).
Masyarakat juga didorong untuk memilah sampah dari rumah, memisahkan antara sampah organik dan non-organik. Sampah organik dapat dikomposkan, sementara sampah non-organik bisa dijual ke bank sampah. Saat ini, Kaltim punya 385 bank sampah yang tersebar di berbagai wilayah.
Dampak Cemaran Plastik di Kalimantan Timur
Sungai Mahakam, yang jadi nadi tiga kabupaten dan satu kota di Kalimantan Timur, telah tercemar mikroplastik. Hal itu disampaikan Prigi Arisandi pada 2022. Pendiri ECOTON (Ecological Observation and Wetland Conservations), yang juga Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) itu menjelaskan Sungai Mahakam telah tercemar mikroplastik. Bahkan penelitian tahun 2019 oleh Mahasiswa Universitas Mulawarman menemukan bahwa ikan Baung dan Ikan Gabus didalam lambungnya ditemukan mikroplastik rata-rata 9 partikel Mikroplastik per ekor.
“Mikroplastik telah mencemari rantai makanan, berawal dari pola buang sampah ke sungai karena minimnya fasilitas pengolahan sampah akhirnya menimbulkan bencana pada ekosistem dan rantai makanan, Sampah plastik yang ada di sungai Mahakam terfragmentasi atau terpecah menjadi serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm yang disebut mikroplastik,” kata dia.
Dia juga mengamati merek sampah plastik yang banyak ditemukan di sungai Mahakam dan karang Mumus, kebanyakan adalah produsen besar. Maka, menurut dia produsen harus ikut bertanggungjawab atas sampah plastik yang dihasilkan dari bungkus produk mereka.
Dampak cemaran di sungai ini, tentu berakibat pada kehidupan di sungai. Seperti ikan-ikan di sungai. Termasuk Pesut Mahakam yang dilindungi. Seperti yang terjadi pada 2024.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, bekerja sama dengan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman (UNMUL), Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) I Kaltim, dan Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia), telah melakukan serangkaian analisis terhadap 5 (lima) kasus kematian pesut sepanjang tahun 2024. Analisis ini bertujuan untuk mengungkap berbagai faktor penyebab kematian, termasuk gangguan fisik, paparan zat kimia berbahaya, dan ancaman lingkungan.

Analisis dilakukan secara komprehensif melalui beberapa tahap. Pertama adalah Nekropsi, melalui pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi tubuh pesut, termasuk adanya luka, trauma, atau tanda-tanda gangguan kesehatan. Lalu, Analisis Histopatologi berupa studi jaringan untuk mengidentifikasi kerusakan pada organ vital, seperti paru-paru, ginjal, hati, dan jantung. Ketiga Analisis Logam Berat berupa Uji kadar logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan tembaga (Cu) di jaringan tubuh untuk mengidentifikasi paparan zat berbahaya. Termasuk Analisis Mikroplastik berupa deteksi serat, film, atau fragmen mikroplastik di lambung dan usus pesut untuk memahami dampak pencemaran plastik.
Hasil temuan utama kasus kematian pesut di Tahun 2024 pun menunjukkan kondisi perairan yang tercemar mikroplastik dan habitat yang tak lagi mendukung mereka.
1. Pesut Four yang ditemukan pada tanggal 21 Februari 2024 di Perairan Sungai Desa Bukit Jering, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut jantan dewasa yang ditemukan mati dengan penyakit organ pernapasan dan ginjal akibat usia lanjut. Mikroplastik ditemukan di lambung dan ususnya, sementara kadar logam berat masih di bawah ambang batas.
2. Pesut Angel yang ditemukan pada tanggal 2 April 2024 di Pelabuhan Museum Mulawarman, Tenggarong merupakan pesut betina yang ditemukan dalam kondisi pembusukan lanjut, diduga mati akibat tersangkut jaring ikan dan tenggelam.
3. Pesut Rexy yang ditemukan pada tanggal 28 April 2024 di Desa Pulau Harapan, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut jantan yang mati karena letal kronis akibat akumulasi bahan-bahan toksik yang satu diantarannya berasal dari makanan yang dikonsumsi
4. Pesut Samarinda yang ditemukan pada tanggal 21 Juni 2024 di Kota Samarinda merupakan pesut Jantan dewasa yang ditemukan mati akibat CHF (Congetif Heart Failure-gagal jantung) dan adanya renal Failure (gagal ginjal) karena adanya paparan zat kimia berbahaya dan factor usia lanjut pada pesut.
5. Pesut Pela yang ditemukan pada tanggal 12 Juli 2024 di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan pesut bayi pesut betina yang ditemukan mati dengan dugaan infantisida oleh pesut lain dan adanya faktor sakit (ginjal, lambung, paru-paru dan liver). (ff/sirana.id)